Minggu, 12 Desember 2010

CATATAN UNTUK MAHASISWA

PENJELASAN UNTUK PERMOHONAN BEASISWA, SEBAGAI BERIKUT:

1. SETIAP MAHASISWA YANG MENGAJUKAN PERMOHONAN BANTUAN BEASISWA SUPAYA BENAR-BENAR MEMATUHI DAN MEMENUHI PERSYARATAN YANG TELAH DITETAPKAN BAZ-TIM PUSAT.

2. BAGI NMAHASISWA SEMESTER SATU, YANG BELUM MEMPEROLEH TRANSKRIP NILAI DARI FAKULTAS/JURUSAN MASING-MASING, TENTU BELUM MEMENUHI PERSYARATAN YANG DIMAKSUD, MAKA BELUM LAYAK MENGAJUKAN PERMOHONAN; DAN BISA MENGAJUKAN TAHUN DEPAN.

3. BAGI MAHASISWA YANG BELUM MENCUKUPI SYARAT-SYARAT TERSEBUT, TIDAK DIKABULKAN PERMOHONANNYA SAMPAI IA MELENGKAPINYA.

4. TRANSKRIP NILAI MERUPAKAN SYARAT MUTLAK YANG HARUS DIPENUHI UNTUK MENGETAHUI KRITERIA LAYAK ATAU TIDAK LAYAK UNTUK DIKABULKKAN PERMOHONAN.

5. TRANSKRIP NILAI YANG SAH ADALAH YANG DITANDA TANGANI OLEH YANG BERWENANG DAN DISTEMPEL FAKULTAS/JURUSAN (STEMPEL BASAH, BUKAN FOTOCOPY).

6. NILAI IP/IPK MINIMAL 2,70. IP/IPK DI BAWAH 2,70 TIDAK LAYAK DIBERIKAN BANTUAN BEASISWA.

7. MAHASISWA YANG BERHAK MENGAJUKAN PERMOHONAN ADALAH MAHASISWA YANG BERASAL DARI ACEH DAN ATAU ORANG TUANYA ASLI ACEH (IBU DAN ATAU AYAH).

8. MAHASISWA DIBATASI PADA MAHASISWA YANG MENGIKUTI PENDIDIKAN DI JABODETABEK (JAKARTA, BOGOR, DEPOK, TANGERANG, DAN BEKASI). MAHASISWA DI LUAR JABODETABEK TIDAK DAPAT MENGAJUKAN PERMOHONAN.

9. JENJANG PENDIDIKAN YANG BOLEH MENGAJUKAN PERMOHONAN BEASISWA ADALAH:

1) JENJANG DIPLOMA TIGA (D3)
2) JENJANG STRATA SATU (S1)
3) JENJANG STRATA DUA (S2)
4) JENJANG STRATA TIGA (S3)

10. BAGI MAHASISWA YANG TIDAK MEMILIKI NILAI IP/IPK SEBAGAIMANA LAZIM DIGUNAKAN DI PERGURUAN TINGGI ATAU UNIVERSITAS, KRITERIA YANG DIPAKAI ADALAH MINIMAL DERAJAT JAYYID JIDDAN; TRANSKRIP NILAI HARUS DILAMPIRKAN.

DEMIKIANLAH KETERANGAN BAZ-TIM PUSAT AGAR DAPAT DILAKSANAKAN SEBAGAIMANA MESTINYA.
GOOD LUCK...MA'AN NAJAH...!!

KETUA BAZ-TIM

TGK. H. HASYIM SYAM


WAKIL KETUA

TGK. HASAN BASRI


SEKRETARIS

TGK. NASIR


BENDAHARA

ASHIM M. DAUD


DISTRIBUTOR

TG. A. MUFAKHIR MUHAMMAD

ZAKAT PROFESI, PENDAPAT SAHABAT

HARTA PENGHASILAN MENURUT PARA SAHABAT DAN TABI'IN

1. IBNU ABBAS

Abu Ubaid meriwayatkan dari Ibnu Abbas tentang seorang
laki-laki yang memperoleh penghasilan "Ia mengeluarkan
zakatnya pada hari ia memperolehnya."

Demikian pula diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dari Ibnu
Abbas. Hadis tersebut shahih dari Ibnu Abbas, sebagaimana
ditegaskan Ibnu Hazm. Hal itu menunjukkan ketiadaan
ketentuan satu tahun bagi harta penghasilan, menurut yang
difahami dari perkataan Ibnu Abbas. Tetapi Abu Ubaid berbeda
pendapat mengenai itu, "Orang menafsirkan bahwa Ibnu Abbas
memaksudkan penghasilan Itu berupa emas dan perak sedangkan
saya menganggapnya tidak demikian. Menurut saya ia sama
sekali tidak mengatakan demikian karena tidak sesuai dengan
pendapat umat. Ibnu Abbas sesungguhnya memaksudkannya zakat
tanah, karena penduduk Madinah menamakan tanah harta benda.
Bila Ibnu Abbas tidak memaksudkan demikian, maka saya tidak
tahu apa maksud hadis tersebut.

Abu Ubaid adalah imam dan ahli dalam persoalan zakat harta
benda dan ini tidak bisa diragukan. Ia memiliki beberapa
ijtihad dan tarjih yang cemerlang, yang sering saya kutip,
namun saya menilai pendapatnya dalam masalah ini lemah;
karena tidak sesuai dengan apa yang difahami dengan serta
merta oleh umat dan dengan apa yang difahami oleh para ulama
sebelumnya. Bila memang yang salah itu yang dimaksudkan maka
ia tidak akan dipandang istimewa oleh Ibnu Abbas, yang
banyak meriwayatkan darinya.

Pada dasarnya hadis tersebut harus difahami menurut zahirnya
tanpa penafsiran, kecuali bila terdapat sesuatu yang
menghambat pemahaman menurut zahirnya tersebut tetapi
penghambat itu tidak ada.

Pendapat Abu Ubaid yang menyatakan terdapat penghambat untuk
menerima pengertian zahir hadis tersebut tidak dapat
diterima karena:

1. Ibnu Abbas tidak pernah menyendiri dari pendapat umat.
Yaitu yang telah disepakati oleh Ibnu Mas'ud, Mu'awiyah,
yang kemudian diikuti orang-orang sesudahnya seperti Umar
bin Abdul Aziz, Hasan, Zuhri dan lain-lainnya.

2. Tidak merupakan keharusan bagi seorang sahabat yang
mujtahid dalam masalah-masalah yang tidak ada nashnya, untuk
menunggu pendapat ulama yang lain, kemudian mengumumkan
pendapat dan ijtihadnya bila sesuai dan tidak mengumumkannya
bila tidak sesuai dengan ulama yang lain. Bila demikian,
maka tentu tak seorang mujtahid pun mau mengeluarkan
pendapatnya. Yang benar adalah seorang- mujtahid harus
mengeluarkan pendapatnya baik sesuai dengan pendapat yang
lain atau tidak, yang kadang-kadang betul terjadi
kesepakatan secara konkrit tetapi kadang-kadang tidak
terjadi.

3. Sahabat yang mempunyai pendapat sendiri merupakan hal
yang tak dapat dielakkan, dan hal tersebut tidak jarang
terjadi dalam warisan hukum fikih kita. Ibnu Abbas misalnya
mempunyai pendapat sendiri tentang perkawinan mut'ah, daging
himar peliharaan, dan lain-lain. Pendapat Ibnu Abbas
tersebut-bila benar-tidak bisa dibawa keluar dari
zahirnya untuk disesuaikan dengan pendapat sahabat lainnya.

Abu Ubaid sendiri tidak mengharuskan penafsiran tersebut
mesti diumumkan, tetapi mengatakan saya duga atau saya
mengira, dan dalam penutup ia mengatakan; "Bila ia (Ibnu
Abbas) tidak memaksudkan, maka saya tidak tahu apa maksud
hadis tersebut?"

2. IBNU MAS'UD

Abu Ubaid meriwayatkan pula dari Hubairah bin Yaryam,
Abdullah bin Mas'ud memberikan kami keranjang-keranjang
kecil kemudian menarik zakatnya. Abu Ubaid menafsirkan lain
hal itu bahwa zakatnya ditarik karena memang benda itu sudah
wajib dikeluarkan zakatnya waktu itu, bukan karena
diberikan.

Penafsiran lain itu kadang-kadang dilakukan takwil
serampangan yang berbeda maksudnya dengan makna yang dapat
langsung difahami, dan berbeda pula dengan pendapat yang
berasal dari Ibnu Mas'ud bahwa maksud penarikan zakat diatas
adalah penarikan zakat atas pemberian Hubairah mengatakan
bahwa lbnu Mas'ud mengeluarkan zakat pemberian yang ia
terima sebesar dua puluh lima dari seribu. Ibnu Abi Syaibah,
dan at Tabrani, juga meriwayatkan demikian. Hubairah
sendiri sebenarnya mengakui riwayat pertama yang ditakwilkan
oleh Abu Ubaid. Pemotongan sebesar tertentu itu hampir sama
dengan apa yang disebut oleh para ahli perpajakan sekarang
dengan Pengurangan Sumber, bukan diambil karena kekayaan
asal memang sudah wajib bayar pajak karena sudah lewat masa
setahunnya. Bila Ibnu Mas'ud mengambil zakat dari pemberian
lain tentu ia tidak akan mengeluarkan zakat dari pemberian
yang dikenakan dari kekayaan asalnya sebesar dua puluh lima
dari setiap seribu yang mungkin lebih sedikit atau lebih
banyak dari seharusnya. Barangkali Abu Ubaid belum
mengetahui riwayat itu, sehingga dia memberikan takwil
tersebut.

3. MU'AWIYAH

Malik dalam al-Muwaththa dari Ibnu Syihab bahwa orang yang
pertama kali mengenakan zakat dari pemberian adalah
Mu'awiyah bin Abi Sufyan. Barangkali yang ia maksudkan
adalah orang yang pertama mengenakan zakat atas pemberian
dari khalifah, karena sebelumnya sudah ada yang mengenakan
zakat atas pemberian yaitu Ibnu Mas'ud sebagaimana sudah
kita jelaskan. Atau barangkali dia belum mendengar perbuatan
Ibnu Mas'ud tersebut, karena Ibnu Mas'ud berada di Kufah,
sedangkan Ibnu Syihab berada di Madinah.

Yang jelas adalah bahwa Mu'awiyah mengenakan zakat atas
pemberian menurut ukuran yang berlaku dalam negara Islam,
karena ia adalah khalifah dan penguasa umat Islam. Dan yang
jelas adalah bahwa zaman Mu'awiyah penuh dengan kumpulan
para sahabat yang terhormat, yang apabila Mu'awiyah
melanggar hadis Nabi atau ijmak yang dapat
dipertanggungjawabkan para sahabat tidak begitu saja akan
mau diam. Para sahabat pernah tidak menyetujui Mu'awiyah
tentang masalah lain, ketika Mu'awiyah memungut setengah
sha' gandum zakat fitrah untuk imbalan satu sha' bukan
gandum, seperti diberitakan hadis Abu Said al-Khudri
sedangkan Mu'awiyah sendiri - meski dikatakan bahwa
ucapannya terlalu berlebih-lebihan dan banyak salah- tidak
bermaksud menyanggah sunnah yang tegas dari Rasulullah
s.a.w.

4. UMAR BIN ABDUL AZIZ

Empat periode Mu'awiyah, datanglah pembaru seratus tahun
pertama yaitu khalifah Umar bin Abdul Aziz. Pandangan baru
yang diterapkannya adalah pemungutan zakat dari pemberian,
hadiah, barang sitaan, dan lain

Abu Ubaid menyebutkan bahwa bila Umar memberikan gaji
seseorang ia memungut zakatnya, begitu pula bila ia
mengembalikan barang sitaan. Ia memungut zakat dari
pemberian bila telah berada di tangan penerima.

Dengan demikian ucapan ('Umalah) adalah sesuatu yang
diterima seseorang karena kerjanya, seperti gaji pegawai dan
karyawan pada masa sekarang. Harta sitaan (mazalim) ialah
harta benda yang disita oleh penguasa karena tindakan tidak
benar pada masa-masa yang telah silam dan pemiliknya
menganggapnya sudah hilang atau tidak ada lagi, yang bila
barang tersebut dikembalikan kepada pemiliknya merupakan
penghasilan baru bagi pemilik itu. Pemberian (u'tiyat)
adalah harta seperti honorarium atau biaya hidup yang
dikeluarkan oleh Baitul mal untuk tentara Islam dan
orang-orang yang berada dibawah kekuasaannya.

Ibnu Abi Syaibah meriwayatkan, bahwa Umar bin Abdul Aziz
memungut zakat pemberian dan hadiah. Itu adalah pendapat
Umar. Bahkan hadiah-hadiah atau bea-bea yang diberikan
kepada para duta baik sebagai pemberian, tip, atau kado,
ditarik zakatnya. Hal itu sama dengan apa yang dilakukan
oleh banyak negara sekarang dalam pengenaan pajak atas
hadiah-hadiah tersebut.

ZAKAT DALAM PANGANGAN ULAMA

PARA ULAMA FIKIH LAIN DAN KALANGAN TABI'IN DAN LAINNYA
Oleh: Yusuf al-Qardhawi


1. Mengenai pemungutan zakat dari "harta penghasilan" yang
bersumber dari Zuhri dan Hasan adalah seperti yang
diutarakan Ibnu Hazm. (Kita akan mengulas sedikit hal
tersebut waktu membicarakan cara pengeluaran zakat "harta
penghasilan"). Sebelum itu sudah terdapat pendapat serupa
dari al-Auza'i. Bahkan Ahmad bin Hanbal diriwayatkan
berpendapat yang mirip hal itu. Dan kita telah menerangkan
dalam fasal sebelum ini pendapat tentang seseorang yang
mengambil sewa dari penyewaan rumahnya bahwa ia harus
mengeluarkan zakat hasil sewaan tersebut ketika menerimanya,
sebagaimana disebutkan dalam al- Mughni. Ahmad berpendapat,
dari sumber beberapa orang, bahwa orang itu mengeluarkan
zakatnya ketika menerimanya. Ibnu Mas'ud meriwayatkan dengan
sanad ia sendiri apa yang telah kita terangkan diatas
tentang zakat pemberian.

2. Hal tersebut juga merupakan pendapat Nashir, Shadiq dan
Baqir dari kalangan ulama-ulama Makkah sebagaimana juga
mazhab Daud; bahwa barangsiapa yang memperoleh sejumlah
senisab, ia harus mengeluarkan zakatnya langsung.

Alasan mereka adalah keumuman nash-nash yang mewajibkan
zakat, seperti sabda Rasulullah s.a.w.: "Uang perak zakatnya
1/40." (Muttafaq 'alaihi).

Berdasarkan hadis itu masa setahun tidak merupakan syarat,
tetapi hanya merupakan tempo antara dua pengeluaran zakat
dan tidak disyaratkan terpenuhinya nisab selain hanya pada
saat harus dikeluarkan yaitu akhir tahun, sebagaimana
dicontohkan Nabi yang memungut zakat pada akhir tahun, tanpa
melihat keadaan harta tersebut pada awal tahun: cukup
senisab atau tidak.

PERBEDAAN MAZHAB EMPAT DALAM MASALAH HARTA PENGHASILAN

Para imam mazhab empat berbeda pendapat yang cukup kisruh
tentang harta penghasilan, sebagaimana disebutkan oleh Ibnu
Hazm dalam al- Muhalla. Ibnu Hazm berkata, bahwa Abu Hanifah
berpendapat bahwa harta penghasilan itu dikeluarkan zakatnya
bila mencapai masa setahun penuh pada pemiliknya, kecuali
jika pemiliknya mempunyai harta sejenis yang harus
dikeluarkan zakatnya yang untuk itu zakat harta penghasilan
itu dikeluarkan pada permulaan tahun dengan syarat sudah
mencapai nisab. Dengan demikian bila ia memperoleh
penghasilan sedikit ataupun banyak - meski satu jam
menjelang waktu setahun dari harta yang sejenis tiba, ia
wajib mengeluarkan zakat penghasilannya itu bersamaan dengan
pokok harta yang sejenis tersebut, meskipun berupa emas,
perak, binatang piaraan, atau anak-anak binatang piaraan
atau lainnya.

Tetapi Malik berpendapat bahwa harta penghasilan tidak
dikeluarkan zakatnya sampai penuh waktu setahun, baik harta
tersebut sejenis dengan jenis harta pemiliknya atau tidak
sejenis, kecuali jenis binatang piaraan. Karena itu orang
yang memperoleh penghasilan berupa binatang piaraan bukan
anaknya sedang ia memiliki binatang piaraan yang sejenis
dengan yang diperolehnya, zakatnya dikeluarkan bersamaan
pada waktu penuhnya batas satu tahun binatang piaraan
miliknya itu bila sudah mencapai nisab. Kalau tidak atau
belum mencapai nisab maka tidak wajib zakat Tetapi bila
binatang piaraan penghasilan itu berupa anaknya, maka
anaknya itu dikeluarkan zakatnya berdasarkan masa setahun
induknya baik induk tersebut sudah mencapai nisab ataupun
belum mencapai nisab.

Syafi'i mengatakan bahwa harta penghasilan itu dikeluarkan
zakatnya bila mencapai waktu setahun meskipun ia memiliki
harta sejenis yang sudah cukup nisab. Tetapi zakat anak-anak
binatang piaraan dikeluarkan bersamaan dengan zakat induknya
yang sudah mencapai nisab, dan bila tidak mencapai nisab
maka tidak wajib zakatnya.

Ibnu Hazm tampil - dengan caranya yang menggebu-gebu -
dengan pendapat bahwa pendapat-pendapat di atas adalah
salah. Ia mengatakan bahwa salah satu bukti
pendapat-pendapat itu salah adalah cukup dengan melihat
kekisruhan semua pendapat itu, semuanya hanya dugaan-dugaan
belaka dan merupakan bagian-bagian yang saling bertentangan,
yang tidak ada landasan salah satu pun dari semuanya, baik
dari Quran atau hadis shahih ataupun dari riwayat yang
bercacat sekalipun, tidak perlu dari Ijmak dan Qias, dan
tidak pula dari pemikiran dan pendapat yang dapat diterima.
Dan Ibnu Hazm membuang semua perbedaan dan bagian yang salah
tersebut dengan berpendapat bahwa ketentuan setahun berlaku
bagi seluruh harta benda, uang penghasilan atau bukan,
bahkan termasuk anak-anak binatang piaraan. Hal itu
bertentangan dengan temannya yaitu Daud Zahiri yang keluar
dari pertentangan itu dengan pendapat bahwa seluruh harta
penghasilan wajib zakat tanpa persyaratan setahun. Tetapi ia
sendiri tidak bebas dari kesalahan serupa yang diderita oleh
orang-orang lain di atas.

MAKNA ZAKAT DAN HUKUMNYA

ZAKAT: MAKNA DAN HUKUMNYA

(Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas)

Zakat adalah sedekah yang wajib dikeluarkan umat Islam setiap akhir tahun. Zakat fithrah nadalah sedekah yang dikeluarkan setiap kepala keluarga menjelang akhir bulan Ramadan, sebagai pelengkap ibadah puasa. Zakat merupakan salah satu rukun ketiga dari Rukun Islam.

Etimologi
Secara harfiah zakat berarti "tumbuh", "berkembang", "menyucikan", atau "membersihkan". Sedangkan secara terminologi syari'ah, zakat merujuk pada aktivitas memberikan sebagian kekayaan dalam jumlah dan perhitungan tertentu untuk orang-orang tertentu sebagaimana ditentukan.

Sejarah Zakat
Setiap umat Muslim berkewajiban untuk memberikan sedekah dari rezeki yang dikaruniakan Allah. Kewajiban ini tertulis di dalam Al-Qur’an. Pada awalnya, Al-Qur’an hanya memerintahkan untuk memberikan sedekah (pemberian yang sifatnya bebas, tidak wajib). Namun, pada kemudian hari, umat Islam diperintahkan untuk membayar zakat. Zakat menjadi wajib hukumnya sejak tahun 662 M. Nabi Muhammad melembagakan perintah zakat ini dengan menetapkan pajak bertingkat bagi mereka yang kaya untuk meringankan beban kehidupan mereka yang miskin.[1]. Sejak saat ini, zakat diterapkan dalam negara-negara Islam. Hal ini menunjukan bahwa pada kemudian hari ada pengaturan pemberian zakat, khususnya mengenai jumlah zakat tersebut.[2].
Pada zaman khalifah, zakat dikumpulkan oleh pegawai sipil dan didistribusikan kepada kelompok tertentu dari masyarakat. Kelompok itu adalah orang miskin, janda, budak yang ingin membeli kebebasan mereka, orang yang terlilit hutang dan tidak mampu membayar.[3]. Syari’ah mengatur dengan lebih detail mengenai zakat dan bagaimana zakat itu harus dibayarkan. Kejatuhan para kalifah dan negara-negara Islam menyebabkan zakat tidak dapat diselenggarakan dengan berdasarkan hukum lagi. [4]

Hukum Zakat
Zakat merupakan salah satu[rukun Islam], dan menjadi salah satu unsur pokok bagi tegaknya [syariat Islam]. Oleh sebab itu hukum zakat adalah wajib (fardhu) atas setiap muslim yang telah memenuhi syarat-syarat tertentu. Zakat termasuk dalam kategori ibadah, seperti:salat,haji,dan puasa yang telah diatur secara rinci dan paten berdasarkan Al-Qur'an dan As Sunnah,sekaligus merupakan amal sosial kemasyarakatan dan kemanusiaan yang dapat berkembang sesuai dengan perkembangan ummat manusia.

Macam-Macam Zakat
Zakat terbagi atas dua tipe yakni:
• Zakat Fitrah
Zakat yang wajib dikeluarkan muslim menjelang Idul Fitri pada bulan Ramadan. Besar Zakat ini setara dengan 2,5 kilogram makanan pokok yang ada di daerah bersangkutan.
• Zakat Maal (Harta)
Mencakup hasil perniagaan, pertanian, pertambangan, hasil laut, hasil ternak, harta temuan, emas dan perak. Masing-masing tipe memiliki perhitungannya sendiri-sendiri.
Yang berhak menerima
• Fakir - Mereka yang hampir tidak memiliki apa-apa sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan pokok hidup.
• Miskin - Mereka yang memiliki harta namun tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar untuk hidup.
• Amil - Mereka yang mengumpulkan dan membagikan zakat.
• Muallaf - Mereka yang baru masuk Islam dan membutuhkan bantuan untuk menyesuaikan diri dengan keadaan barunya
• Hamba Sahaya yang ingin memerdekakan dirinya
• Gharimin - Mereka yang berhutang untuk kebutuhan yang halal dan tidak sanggup untuk memenuhinya
• Fisabilillah - Mereka yang berjuang di jalan Allah (misal: dakwah, perang dsb)
• Ibnus Sabil - Mereka yang kehabisan biaya di perjalanan.
Yang tidak berhak menerima zakat[5]
• Orang kaya. Rasulullah bersabda, "Tidak halal mengambil sedekah (zakat) bagi orang yang kaya dan orang yang mempunyai kekuatan tenaga." (HR Bukhari).
• Hamba sahaya, karena masih mendapat nafkah atau tanggungan dari tuannya.
• Keturunan Rasulullah. Rasulullah bersabda, "Sesungguhnya tidak halal bagi kami (ahlul bait) mengambil sedekah (zakat)." (HR Muslim).
• Orang yang dalam tanggungan yang berzakat, misalnya anak dan istri.
• Orang kafir.

Beberapa Faedah Zakat[6]

Faedah Diniyah (segi agama)
1. Dengan berzakat berarti telah menjalankan salah satu dari Rukun Islam yang mengantarkan seorang hamba kepada kebahagiaan dan keselamatan dunia dan akhirat.
2. Merupakan sarana bagi hamba untuk taqarrub (mendekatkan diri) kepada Rabb-nya, akan menambah keimanan karena keberadaannya yang memuat beberapa macam ketaatan.
3. Pembayar zakat akan mendapatkan pahala besar yang berlipat ganda, sebagaimana firman Allah, yang artinya: "Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah" (QS: Al Baqarah: 276). Dalam sebuah hadits yang muttafaq "alaih Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam" juga menjelaskan bahwa sedekah dari harta yang baik akan ditumbuhkan kembangkan oleh Allah berlipat ganda.
4. Zakat merupakan sarana penghapus dosa, seperti yang pernah disabdakan Rasulullah Muhammad SAW.

Faedah Khuluqiyah (Segi Akhlak)
1. Menanamkan sifat kemuliaan, rasa toleran dan kelapangan dada kepada pribadi pembayar zakat.
2. Pembayar zakat biasanya identik dengan sifat rahmah (belas kasih) dan lembut kepada saudaranya yang tidak punya.
3. Merupakan realita bahwa menyumbangkan sesuatu yang bermanfaat baik berupa harta maupun raga bagi kaum Muslimin akan melapangkan dada dan meluaskan jiwa. Sebab sudah pasti ia akan menjadi orang yang dicintai dan dihormati sesuai tingkat pengorbanannya.
4. Di dalam zakat terdapat penyucian terhadap akhlak.

Faedah Ijtimaiyyah (Segi Sosial Kemasyarakatan)
1. Zakat merupakan sarana untuk membantu dalam memenuhi hajat hidup para fakir miskin yang merupakan kelompok mayoritas sebagian besar negara di dunia.
2. Memberikan dukungan kekuatan bagi kaum Muslimin dan mengangkat eksistensi mereka. Ini bisa dilihat dalam kelompok penerima zakat, salah satunya adalah mujahidin fi sabilillah.
3. Zakat bisa mengurangi kecemburuan sosial, dendam dan rasa dongkol yang ada dalam dada fakir miskin. Karena masyarakat bawah biasanya jika melihat mereka yang berkelas ekonomi tinggi menghambur-hamburkan harta untuk sesuatu yang tidak bermanfaaat bisa tersulut rasa benci dan permusuhan mereka. Jikalau harta yang demikian melimpah itu dimanfaatkan untuk mengentaskan kemiskinan tentu akan terjalin keharmonisan dan cinta kasih antara si kaya dan si miskin.
4. Zakat akan memacu pertumbuhan ekonomi pelakunya dan yang jelas berkahnya akan melimpah.
5. Membayar zakat berarti memperluas peredaran harta benda atau uang, karena ketika harta dibelanjakan maka perputarannya akan meluas dan lebih banyak pihak yang mengambil manfaat.

Hikmah Zakat
Hikmah dari zakat antara lain:
1. Mengurangi kesenjangan sosial antara mereka yang berada dengan mereka yang miskin.
2. Pilar amal jama'i antara mereka yang berada dengan para mujahid dan da'i yang berjuang dan berda'wah dalam rangka meninggikan kalimat Allah SWT.
3. Membersihkan dan mengikis akhlak yang buruk
4. Alat pembersih harta dan penjagaan dari ketamakan orang jahat.
5. Ungkapan rasa syukur atas nikmat yang Allah SWT berikan
6. Untuk pengembangan potensi ummat
7. Dukungan moral kepada orang yang baru masuk Islam
8. Menambah pendapatan negara untuk proyek-proyek yang berguna bagi ummat.
Zakat dalam Al Qur'an
• QS (2:43) ("Dan dirikanlah salat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang-orang yang ruku'".)
• QS (9:35) (Pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka jahannam, lalu dibakar dengannya dahi mereka, lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka: "Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu.")
• QS (6: 141) (Dan Dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak berjunjung, pohon korma, tanam-tanaman yang bermacam-macam buahnya, zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya) dan tidak sama (rasanya). Makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila dia berbuah, dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan disedekahkan kepada fakir miskin); dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan).

Lainnya
• Saudi Arabia: Department of Zakat and Income Tax
• Amerika Serikat: Zakat Foundation of America
• Australia: Bayt Al-Zakat
• Australia: The Islamic Associatian of Australia
• India: Zakat Foundation of India
• Kanada: Islamic Society of North America, Canada
• Johor: Majlis Agama Islam Negeri Johor
• Perak: Majlis Agama Islam Dan Adat Melayu Perak
• Trerengganu: Majlis Agama Islam Dan Adat Melayu Terengganu
• Kelantan: Majlis Agama Islam Kelantan
• Sabah: Pusat Zakat Sabah (PZS)
• Singapura: Majlis Ugama Islam Singapura
• Indonesia: Rumah Zakat Indonesia

Catatan dan referensi
1. ^ Smith,Huston.2001.Agama-agama Manusia.Jakarta:OBOR.
2. ^ Heyneman, Stephen P.,2004.Islam and Social Policy.Nashville: Vanderbilt University Press.
3. ^ Gibb, H. A. R., 1957.Mohammedanism.London: Oxford University Press.
4. ^ Pass,Steven.2006.Beliefs and Practices of Muslims. Jakarta: GMP.
5. ^ Panduan Pintar Zakat. H.A. Hidayat, Lc. & H. Hikmat Kurnia. QultumMedia. Jakarta. 2008..
6. ^ Artikel Berjudul: Tuntunan Zakat Mal Pada MediaMuslim.Info.

KADAR ZAKAT PENGHASILAN

BESAR ZAKAT PENGHASILAN DAN SEJENISNYA
Oleh: Yusuf al-Qardhawi


Berapakah besar zakat yang ditetapkan atas berbagai macam
penghasilan dan pendapatan? Masalah yang diundang oleh
Muhammad Ghazali agar para ulama dan ilmuwan bekerjasama
membahasnya, maka kita setelah mengadakan penelitian dan
pengkajian, sampai pada satu pendapat yang kita paparkan
sebagai berikut:

Penghasilan yang diperoleh dari modal saja atau dari modal
kerja seperti penghasilan pabrik, gedung, percetakan, hotel,
mobil, kapal terbang dan sebangsanya-besar zakatnya adalah
sepersepuluh dari pendapatan bersih setelah biaya, hutang,
kebutuhan-kebutuhan pokok dan lain-lainnya dikeluarkan,
berdasarkan qias kepada penghasilan dari hasil pertanian
yang diairi tanpa ongkos tambahan.

Diatas kita sudah bertemu dengan pendapat Abu Zahrah dan
teman-temannya mengenai zakat gedung dan pabrik bahwa bila
mungkin diketahui pendapatan bersih setelah dikeluarkan
ongkos-ongkos dan biaya-biaya, seperti keadaan dalam
perusahaan industri, maka zakatnya diambil dari pendapatan
bersih sebesar sepersepuluh, dan jika tidak mungkin
diketahui pendapatan bersih seperti berbagai macam gedung
dan sejenisnya, maka zakatnya diambil dari pendapatan
tersebut sebesar sepersepuluh. Klasifikasinya itu dapat
diterima.

Yang kita maksudkan dengan modal disini adalah modal yang
dikembangkan di luar sektor perdagangan. Sedangkan modal
yang tersebar dalam sektor perdagangan maka zakatnya diambil
dari modal beserta keuntungannya sebesar seperempat puluh,
sebagaimana sudah dijelaskan dalam pembahasan mengenai hal
itu.

Tetapi pendapatan yang diperoleh dari pekerjaan saja seperti
pendapatan pegawai dan golongan profesi yang mereka peroleh
dari pekerjaan mereka, maka besar zakat yang wajib
dikeluarkan adalah seperempat puluh, sesuai dengan keumuman
nash yang mewajibkan zakat uang sebanyak seperempat puluh,
baik harta penghasilan maupun yang harta yang bermasa tempo,
dan sesuai dengan kaedah Islam yang menegaskan bahwa
kesukaran dapat meringankan besar kewajiban serta mengikuti
tindakan Ibnu Mas'ud dan Mu'awiyah yang telah memotong
sebesar tertentu, berupa zakat, dari gaji para tentara dan
para penerima gaji lainnya langsung di dalam kantor
pembayaran gaji, juga sesuai dengan apa yang diterapkan oleh
khalifah Umar bin Abdul Aziz. Pengqiasan penghasilan kepada
pemberian atau gaji yang diberikan oleh khalifah kepada
tentara itu lebih kuat dari pengqiasannya kepada hasil
pertanian. Sedang yang lebih tepat diqiaskan kepada
pendapatan hasil pertanian adalah pendapatan dari
gedung-gedung, pabrik-pabrik, dan sejenisnya berupa
modal-modal yang memberikan penghasilan sedangkan modal
tersebut tetap utuh.

Ini berarti bahwa besar zakat pendapatan kerja lebih ringan
dari besar zakat pendapatan modal atau modal kerja. Inilah
yang diterapkan oleh sistem perpajakan modern yang oleh para
ahli moneter dihimbau agar keadilan diterapkan melalui
penetapan pajak berdasarkan kuat atau lemahnya sumber
pendapatan tersebut sehingga salah satu ciri penting
kepribadian pajak pendapatan adalah perhitungan atas sumber
pendapatan tersebut. Dan karena sumber pendapatan pada
pokoknya tidak keluar dari tiga hal, yaitu modal, kerja, dan
gabungan antara modal dan kerja, maka ketentuan dalam dunia
perpajakan adalah bahwa besar pajak pendapatan atas modal
tetap atau yang berkembang mempunyai urutan lebih tinggi
daripada besar pajak yang dikenakan atas penghasilan dari
kerja. Karena modal merupakan sumber yang lebih stabil dan
mantap, sedangkan kerja merupakan sumber yang paling tidak
stabil. Mereka menegaskan bahwa perhatian terhadap sumber
pendapatan seharusnya menyebabkan pajak yang ditetapkan
dapat mengurangi beban pajak, orang-orang yang memperoleh
pendapatan dari sumber yang lemah, dan itu berarti berperan
aktif mewujudkan keadilan dalam distribusi pendapatan.

Bahkan sebagian orang-orang sosialis lebih ekstrim lagi,
yang menghimbau agar penghasilan dari kerja dapat dibebaskan
dari segala macam pajak untuk mendorong kerja tersebut.

Namun pandangan Islam mengenai zakat adalah bahwa zakat
merupakan lambang pensyukuran nikmat, pembersihan jiwa,
pembersihan harta, dan pemberian hak Allah, hak masyarakat,
dan hak orang yang lemah. Pandangan itu menegaskan bahwa
zakat wajib dipungut dari hasil kerja sebagaimana juga wujud
dipungut dari pendapatan-pendapatan yang lain, meskipun
besar zakat masing-masing berbeda-beda.

Catatan kaki:

1 Halqa ad-Dirasa al-Ijtima'iyya: 248.
2 Ibid.
3 Penentangan yang paling jelas adalah keluhan kebanyakan
pegawai bahwa mereka sudah membelanjakan gaji mereka
beberapa hari setelah diterima sampai meminjam lagi. Dalam
hal ini secara ijmak waktu setahun tidak terpenuhi.
4 Lihat Ibnu Hazm, al-Mahalla, jilid 4:3
dan Nashb ar-Rayah, jilid 2: 28-329.
5 Sunan Turmizi, kitab zakat, bab zakat emas dan uang.
6 Mukhtashar as-Sunan, jilid 2: 191.
7 Mizan al-I'tidal, jilid 2: 352-353. Terjemah no. 4052.
8 Ibid: 182.
9 Lihat riwayatnya dalam al-Mizan, no. 1918, jilid 1: 513-515.
10 At-Talkhish: 175.
11 Ibid, 175.
12 Nushbu ar-Riwayah, jilid 2: 330.
13 At-Talkhis, 175.
14 Tahdhib Sunan Abi Daud, jilid 2: 189.
15 Al-Mizan, jilid 1: 445-446, terjemah no. 1659.
16 Turmizi bisyarhi Ibni al-Arabi, jilid 3: 125-126.
17 Lihat as-Sunan al-Kubra. jilid 4: 95 dan at-Takhsish; 175.
18 Ibnu Hazm meriwayatkan hadis-hadis tersebut dengan sanadnya
di dalam al-Muhalla, jilid 5: 276.
19 Al-Muhalla, jilid 4: 83; diriwayatkan oleh Abu Ubaid
dalam al-Amwal: 413-414 dan menafsirkannya terlalu jauh.
20 Ibid, hal 84-85 dan terdapat perbedaan riwayat dari
Umar bin Abdul Aziz dan Hasan.
21 Al-Amwal; 413 dan diriwayatkan dari sumber.
22 Al-Mushannif, jilid 3: 160, cetakan Hyderabad.
23 Al-Amwal, hal. 412.
24 Al-Mushannif, jilid 3: 114, cetakan Hyderabad.
25 Ia berbicara dalam Mujma' az-Zawaid, jilid 3: 68 dan
orang-orangnya adalah shahih kecuali Hubairah yang adalah
thiqah.
26 Ia juga telah membantu Abu Ubaid dalam penafsiran versi
lain dari yang telah ditafsirkan oleh orang lain. Ia
berkata, bahwa mereka meriwayatkan dari Sufyan dari Khushaif
dari Abu Ubaidah dari Abdullah, "Barangsiapa memperoleh
harta benda, maka tidak ada zakat didalamnya sehingga lewat
setahun." Tetapi hadis tersebut lemah karena dua sebab:
a. Bahwa Abu Ubaid berkata: "Mereka meriwayatkan dari
Sufyan. Sedang dia sendiri tidak menyebutkan penyambung
dia dan Sufyan.
b. Bahwa Khushaif-meskipun ia banyak benarnya dituduh
salah, hafalan jelek dan banyak dugaan serta banyak ragu,
yang tidak bisa dijadikan landasan hukum. Barangkali yang
paling benar adalah apa yang dikatakan oleh Ibnu Hiban.
"Ia adalah seorang tua yang shaleh, ahli fikih, selalu
tekun beribadah, tapi dia sering salah meriwayatkan hadis,
selalu lain daripada hadis-hadis masyhur. Dia banyak
benarnya dalam riwayatnya tetapi yang diragukan adalah
untuk menerima ia benar dan mau menghindari yang tidak
sesuai dengannya, tetapi ia adalah di antara orang yang
dipilih Allah tentang hal tersebut (lihat Tahdhib
at-Tahdhib, jilid 3: 143-144). Di sini kita melihat
riwayat-riwayat yang shahih dari Ibnu Mas'ud bertentangan
dengan riwayat Khushaif, yang membuat kita tidak boleh
menganggap tidak benar.
27 Al-Muwaththa ma'a al-Muntaqa, jilid 2: 95.
28 Al-Amwal; 432.
29 Al-Mushannif; 85.
30 Lihat al-Mughni jilid 2: 626 dan jilid 3: 29 dan 47.
31 Ar-Raudh an-Nadhir, jilid 2: 411 dan Nail al-Authar,
jilid 4: 148.
32 Ar-Raudh an-Nadhir, jilid 2: 411.
33 Ibnu Hazm, al-Muhalla, jilid 4: 84.
34 Ibid.
35 Ibid.
36 Ibnu Hazm, al-Muhalla, jilid 6: 84.
37 Ia berkata dalam Majma' az-Zawaid "orang-orangnya adalah
orang-orang shahih kecuali Hubairah yang tidak dipercaya"
(jilid 3: 68).
38 Ibnu Syaibah, Mushannif, jilid 4: 42-44, penerbit Maltan.
39 Ibid.
40 Lihat Syarh al-Muntwqa 'ala al-Muwaththa, jilid 2: 95.
penerbit as-Sa'adah.
41 Bukhari, Shahih al-Bukhari, kitab zakat dalam bab "Setiap
Muslim Wajib Sedekah," jilid 2: 143, penerbit asy-Syaib.
42 Menurut saya bahkan juga atas petani penyewa yang tidak
memiliki kurang satu qirat tanah pun jika tanahnya
menghasilkan lima puluh kail jagung atau gandum sebagaimana
pendapat Jumhur.
43 Muhammad Ghazali. al-Islam wa al-Audza al-Iqtishadiyyah;
166-168. cet. kelima.
44 Perhatikan kembali apa yang kami tulis dalam pendahuluan
tentang kaidah-kaidah yang kita pergunakan dalam memilih dan
mentarjih pendapat-pendapat.
45 Ini berdasarkan ukuran nisab dua puluh misqal emas.
Adapun jika berdasarkan ukuran perak, jarang sekali terjadi
bahwa gaji tidak mencapai nisab.
46 Lihat Syarh Ghayah al-Muntaha, jilid 2: 59.
47 Ibnu Abi Syaibah, al-Mushannif; jilid 4: 30.
48 Al-Mughni, jilid 2: 626, cet. al-Mannar ketiga.
49 Al-Mushannif; jilid 4: 30.
50 Lihat ketentuan "Lebih dari Kebutuhan Pokok" dalam fasal
pertama bab ini, dan didalam fasal dari bab ini juga.
51 Lihat Dr. Muhammad Fuad Ibrahim, Mabadi' 'ilm al-Maliyah
al-'Ammah, jilid 1: 284.

NISHAB ZAKAT PROFESI

NISHAB ZAKAT PENGHASILAN DAN PROFESI
Oleh: Dr. Yusuf Qardhawi


NISAB MATA PENGHASILAN DAN PROFESI

Kita sudah mengetahui, bahwa Islam tidak mewajibkan zakat
atas seluruh harta benda, sedikit atau banyak, tetapi
mewajibkan zakat atas harta benda yang mencapai nisab,
bersih dari hutang, serta lebih dari kebutuhan pokok
pemiliknya. Hal itu untuk menetapkan siapa yang tergolong
seorang kaya yang wajib zakat karena zakat hanya dipungut
dari orang-orang kaya tersebut, dan untuk menetapkan arti
"lebih" ('afw) yang dijadikan Quran sebagai sasaran zakat
tersebut. Allah berfirman "Mereka bertanya kepadamu tentang
apa yang mereka nafkahkan Katakanlah, "Yang lebih dari
keperluan." (al-Baqarah: 219). Dan Rasulullah s.a.w.
bersabda: "Kewajiban zakat hanya bagi orang kaya." "Mulailah
dari orang yang menjadi tanggunganmu." Hal itu sudah
ditegaskan dalam syarat-syarat kekayaan yang wajib zakat.
Bila zakat wajib dikeluarkan bila cukup batas nisab, maka
berapakah besar nisab dalam kasus ini?

Muhammad Ghazali dalam diskusi diatas cenderung untuk
mengukurnya menurut ukuran tanaman dan buah-buahan. Siapa
yang memiliki pendapatan tidak kurang dari pendapatan
seorang petani yang wajib mengeluarkan zakat maka orang itu
wajib mengeluarkan zakatnya. Artinya, siapa yang mempunyai
pendapatan yang mencapai lima wasaq (50 kail Mesir) atau 653
kg, dari yang terendah nilainya yang dihasilkan tanah
seperti gandum, wajib berzakat. Ini adalah pendapat yang
benar. Tetapi barangkali pembuat syariat mempunyai maksud
tertentu dalam menentukan nisab tanaman kecil, karena
tanaman merupakan penentu kehidupan manusia. Yang paling
penting dari besar nisab tersebut adalah bahwa nisab uang
diukur dari nisab tersebut yang telah kita tetapkan sebesar
nilai 85 gram emas. Besar itu sama dengan dua puluh misqal
hasil pertanian yang disebutkan oleh banyak hadis. Banyak
orang memperoleh gaji dan pendapatan dalam bentuk uang, maka
yang paling baik adalah menetapkan nisab gaji itu
berdasarkan nisab uang.

TINGGAL SATU PERSOALAN LAGI

Orang-orang yang memiliki profesi itu memperoleh dan
menerima pendapatan mereka tidak teratur, kadang-kadang
setiap hari seperti pendapatan seorang dokter, kadang-kadang
pada saat-saat tertentu seperti advokat dan kontraktor serta
penjahit atau sebangsanya, sebagian pekerja menerima upah
mereka setiap minggu atau dua minggu, dan kebanyakan pegawai
menerlma gaji mereka setiap bulan, lalu bagaimana kita
menentukan penghasilan mereka itu?


Disini kita bertemu dengan dua kemungkinan:

1. Memberlakukan nisab dalam setiap jumlah pendapatan atau
penghasilan yang diterima. Dengan demikian penghasilan yang
mencapai nisab seperti gaji yang tinggi dan honorarium yang
besar para pegawai dan karyawan, serta pembayaran-pembayaran
yang besar kepada para golongan profesi, wajib dikenakan
zakat, sedangkan yang tidak mencapai nisab tidak terkena.

Kemungkinan ini dapat dibenarkan, karena membebaskan
orang-orang yang mempunyai gaji yang kecil dari kewajiban
zakat dan membatasi kewajiban zakat hanya atas
pegawai-pegawai tinggi dan tergolong tinggi saja. Ini lebih
mendekati kesamaan dan keadilan sosial. Disamping itu juga
merupakan realisasi pendapat sahabat dan para ulama fikih
yang mengatakan bahwa penghasilan wajib zakatnya pada saat
diterima bila mencapai nisab. Tetapi menurut ketentuan wajib
zakat atau penghasilan itu bila masih bersisa di akhir tahun
dan cukup senisab. Tetapi bila kita harus menetapkan nisab
untuk setiap kali upah, gaji, atau pendapatan yang diterima,
berarti kita membebaskan kebanyakan golongan profesi yang
menerima gaji beberapa kali pembayaran dan jarang sekali
cukup nisab dari kewajiban zakat, sedangkan bila seluruh
gaji itu dari satu waktu itu dikumpulkan akan cukup senisab
bahkan akan mencapai beberapa nisab. Begitu juga halnya
kebanyakan para pegawai dan pekerja.

2. Disini timbul kemungkinan yang kedua, yaitu mengumpulkan
gaji atau penghasilan yang diterima berkali-kali itu dalam
waktu tertentu. Kita menemukan ulama-ulama fikih yang
berpendapat seperti itu dalam kasus nisab pertambangan,
bahwa hasil yang diperoleh dari waktu ke waktu yang tidak
pernah terputus ditengah akan lengkap-melengkapi untuk
mencapai nisab. Para ulama fikih itu juga berbeda pendapat
tentang penyatuan hasil tanaman dan buah-buahan antara satu
dengan yang lain dalam satu tahun. Mazhab Hanbali
berpendapat bahwa hasil bermacam-macam jenis tanaman dan
buah-buahan selama satu tahun penuh dikumpulkan jadi satu
untuk mencapai nisab, sekalipun tempat tanaman tidak satu
dan menghasilkan dua kali dalam satu tahun. Jika buah-buahan
tersebut menghasilkan dua kali dalam setahun, maka hasil
seluruhnya dikumpulkan untuk mencapai satu nisab, karena
kedua penghasilan tersebut adalah buah-buahan yang
dihasilkan dalam satu tahun, sama halnya dengan jagung yang
berbuah dua kali.

Atas dasar ini dapat kita katakan bahwa satu tahun merupakan
satu kesatuan menurut pandangan pembuat syariat, begitu juga
menurut pandangan ahli perpajakan modern. Oleh karena itulah
ketentuan setahun diberlakukan dalam zakat.

Fakta adalah bahwa para pemerintahan mengatur gaji
pegawainya berdasarkan ukuran tahun, meskipun dibayarkan
perbulan karena kebutuhan pegawai yang mendesak.

Berdasarkan hal itulah zakat penghasilan bersih seorang
pegawai dan golongan profesi dapat diambil dari dalam
setahun penuh, jika pendapatan bersih setahun itu mencapai
satu nisab. Semoga pendapat-pendapat sebagian ulama fikih
yang menegaskan bahwa harta penghasilan wajib zakat dan cara
mengeluarkan zakatnya seperti yang diterangkan mereka, dapat
membantu kita dalam menetapkan kebijaksanaan wajib zakat
atas penghasilan pegawai dan golongan profesi tersebut.