Kamis, 28 Juli 2011

MANAJEMEN ZAKAT

MANAJEMEN ZAKAT: PERSPEKTIF HISTORIS, PERKEMBANGAN DAN APLIKASINYA PADA MASA KINI
Oleh: DR. H. Hasan Basri al-Mardawy, MA

(Dosen Tafsir dan Pemikiran Islam pada Fakultas Tarbiyah IAIN Ar-Raniry Banda Aceh)


قُلْ كُلٌّ يَعْمَلُ عَلَى شَاكِلَتِهِ فَرَبُّكُمْ أَعْلَمُ بِمَنْ هُوَ أَهْدَى سَبِيلاً
Katakanlah, setiap orang bekerja sesuai dengan tingkat keahliannya (skill); maka Allah lebih mengetahui siapa yang paling profesional dalam bekerja
[al-Isra’: 83]

Kata manajemen (management) berasal dari bahasa Perancis kuno ménagement, yang memiliki arti seni melaksanakan dan mengatur. Manajemen belum memiliki definisi yang mapan dan diterima secara universal. Mary Parker Follet, misalnya, mendefinisikan manajemen sebagai seni menyelesaikan pekerjaan melalui orang lain. Definisi ini berarti bahwa seorang manajer bertugas mengatur dan mengarahkan orang lain untuk mencapai tujuan organisasi. Ricky W. Griffin mendefinisikan manajemen sebagai sebuah proses perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian, dan pengontrolan sumber daya untuk mencapai sasaran (goals) secara efektif dan efesien. Efektif berarti bahwa tujuan dapat dicapai sesuai dengan perencanaan, sementara efisien berarti bahwa tugas yang ada dilaksanakan secara benar, terorganisir, dan sesuai dengan jadwal.
Sebelum abad ke-20, terjadi dua peristiwa penting dalam ilmu manajemen. Peristiwa pertama terjadi pada tahun 1776, ketika Adam Smith menerbitkan sebuah doktrin ekonomi klasik, The Wealth of Nation. Dalam bukunya itu, ia mengemukakan keunggulan ekonomis yang akan diperoleh organisasi dari pembagian kerja (division of labor), yaitu perincian pekerjaan ke dalam tugas-tugas yang spesifik dan berulang. Dengan menggunakan industri pabrik peniti sebagai contoh, Smith mengatakan bahwa dengan sepuluh orang—masing-masing melakukan pekerjaan khusus—perusahaan peniti dapat menghasilkan kurang lebih 48.000 peniti dalam sehari. Akan tetapi, jika setiap orang bekerja sendiri menyelesaikan tiap-tiap bagian pekerjaan, sudah sangat hebat bila mereka mampu menghasilkan sepuluh peniti sehari. Smith menyimpulkan bahwa pembagian kerja dapat meningkatkan produktivitas dengan (1) meningkatnya keterampilan dan kecekatan tiap-tiap pekerja, (2) menghemat waktu yang terbuang dalam pergantian tugas, dan (3) menciptakan mesin dan penemuan lain yang dapat menghemat tenaga kerja.
Peristiwa penting kedua yang memengaruhi perkembangan ilmu manajemen adalah Revolusi Industri di Inggris. Revolusi Industri menandai dimulainya penggunaan mesin, menggantikan tenaga manusia, yang berakibat pada pindahnya kegiatan produksi dari rumah-rumah menuju tempat khusus yang disebut pabrik. Perpindahan ini mengakibatkan manajer-manajer ketika itu membutuhkan teori yang dapat membantu mereka meramalkan permintaan, memastikan cukupnya persediaan bahan baku, memberikan tugas kepada bawahan, mengarahkan kegiatan sehari-hari, dan lain-lain, sehingga ilmu manajamen mulai dikembangkan oleh para ahli.
Era manusia sosial ditandai dengan lahirnya mahzab perilaku (behavioral school) dalam pemikiran manajemen di akhir era manajemen ilmiah. Mahzab perilaku tidak mendapatkan pengakuan luas sampai tahun 1930-an. Katalis utama dari kelahiran mahzab perilaku adalah serangkaian studi penelitian yang dikenal sebagai eksperimen Hawthrone.
Eksperimen Hawthrone dilakukan pada tahun 1920-an hingga 1930-an di Pabrik Hawthrone milik Western Electric Company Works di Cicero, Illenois. Kajian ini awalnya bertujuan mempelajari pengaruh berbagai macam tingkat penerangan lampu terhadap produktivitas kerja. Hasil kajian mengindikasikan bahwa ternyata insentif seperti jabatan, lama jam kerja, periode istirahat, maupun upah lebih sedikit pengaruhnya terhadap output pekerja dibandingkan dengan tekanan kelompok, penerimaan kelompok, serta rasa aman yang menyertainya. Peneliti menyimpulkan bahwa norma-norma sosial atau standar kelompok merupakan penentu utama perilaku kerja individu.
Kontribusi lainnya datang dari Mary Parker Follet. Follett (1868–1933) yang mendapatkan pendidikan di bidang filosofi dan ilmu politik menjadi terkenal setelah menerbitkan buku berjudul Creative Experience pada tahun 1924. Follet mengajukan suatu filosifi bisnis yang mengutamakan integrasi sebagai cara untuk mengurangi konflik tanpa kompromi atau dominasi. Follet juga percaya bahwa tugas seorang pemimpin adalah untuk menentukan tujuan organisasi dan mengintegrasikannya dengan tujuan individu dan tujuan kelompok. Dengan kata lain, ia berpikir bahwa organisasi harus didasarkan pada etika kelompok daripada individualisme. Dengan demikian, manajer dan karyawan seharusnya memandang diri mereka sebagai mitra, bukan lawan.
Pada tahun 1938, Chester Barnard (1886–1961) menulis buku berjudul The Functions of the Executive yang menggambarkan sebuah teori organisasi dalam rangka untuk merangsang orang lain memeriksa sifat sistem koperasi. Melihat perbedaan antara motif pribadi dan organisasi, Barnard menjelaskan dikotonomi "efektif-efisien".
Menurut Barnard, efektivitas berkaitan dengan pencapaian tujuan, dan efisiensi adalah sejauh mana motif-motif individu dapat terpuaskan. Dia memandang organisasi formal sebagai sistem terpadu di mana kerjasama, tujuan bersama, dan komunikasi merupakan elemen universal, sementara pada organisasi informal, komunikasi, kekompakan, dan pemeliharaan perasaan harga diri lebih diutamakan. Barnard juga mengembangkan teori "penerimaan otoritas" didasarkan pada gagasan bahwa bos hanya memiliki kewenangan jika bawahan menerima otoritas itu.
Era moderen ditandai dengan hadirnya konsep manajemen kualitas total (total quality management—TQM) di abad ke-20 yang diperkenalkan oleh beberapa guru manajemen, yang paling terkenal di antaranya W. Edwards Deming (1900–1993) and Joseph Juran (lahir 1904).
Deming, orang Amerika, dianggap sebagai Bapak Kontrol Kualitas di Jepang. Deming berpendapat bahwa kebanyakan permasalahan dalam kualitas bukan berasal dari kesalahan pekerja, melainkan sistemnya. Ia menekankan pentingnya meningatkan kualitas dengan mengajukan teori lima langkah reaksi berantai. Ia berpendapat bila kualitas dapat ditingkatkan, (1) biaya akan berkurang karena berkurangnya biaya perbaikan, sedikitnya kesalahan, minimnya penundaan, dan pemanfaatan yang lebih baik atas waktu dan material; (2) produktivitas meningkat; (3) market share meningkat karena peningkatan kualitas dan harga; (4) profitabilitas perusahaan peningkat sehingga dapat bertahan dalam bisnis; (5) jumlah pekerjaan meningkat. Deming mengembangkan 14 poin rencana untuk meringkas pengajarannya tentang peningkatan kualitas.
Kontribusi kedua datang dari Joseph Juran. Ia menyatakan bahwa 80 persen cacat disebabkan karena faktor-faktor yang sebenarnya dapat dikontrol oleh manajemen. Ia merujuk pada "prinsip pareto." Dari teorinya, ia mengembangkan trilogi manajemen yang memasukkan perencanaan, kontrol, dan peningkatan kualitas. Juran mengusulkan manajemen untuk memilih satu area yang mengalami kontrol kualitas yang buruk. Area tersebut kemudian dianalisis, kemudian dibuat solusi, dan diimplementasikan.
Fungsi Manajemen
Fungsi manajemen adalah elemen-elemen dasar yang akan selalu ada dan melekat di dalam proses manajemen yang akan dijadikan acuan oleh manajer dalam melaksanakan kegiatan untuk mencapai tujuan. Fungsi manajemen pertama kali diperkenalkan oleh seorang industrialis Perancis bernama Henry Fayol pada awal abad ke-20. Ketika itu, ia menyebutkan lima fungsi manajemen, yaitu merancang, mengorganisir, memerintah, mengordinasi, dan mengendalikan. Namun saat ini, kelima fungsi tersebut telah diringkas menjadi tiga yaitu:
1. Perencanaan (planning) adalah memikirkan apa yang akan dikerjakan dengan sumber yang dimiliki. Perencanaan dilakukan untuk menentukan tujuan perusahaan secara keseluruhan dan cara terbaik untuk memenuhi tujuan itu. Manajer mengevaluasi berbagai rencana alternatif sebelum mengambil tindakan dan kemudian melihat apakah rencana yang dipilih cocok dan dapat digunakan untuk memenuhi tujuan perusahaan. Perencanaan merupakan proses terpenting dari semua fungsi manajemen karena tanpa perencanaan, fungsi-fungsi lainnya tak dapat berjalan.
2. Pengorganisasian (organizing) dilakukan dengan tujuan membagi suatu kegiatan besar menjadi kegiatan-kegiatan yang lebih kecil. Pengorganisasian mempermudah manajer dalam melakukan pengawasan dan menentukan orang yang dibutuhkan untuk melaksanakan tugas-tugas yang telah dibagi-bagi tersebut. Pengorganisasian dapat dilakukan dengan cara menentukan tugas apa yang harus dikerjakan, siapa yang harus mengerjakannya, bagaimana tugas-tugas tersebut dikelompokkan, siapa yang bertanggung jawab atas tugas tersebut, pada tingkatan mana keputusan harus diambil.
3. Pengarahan (directing) adalah suatu tindakan untuk mengusahakan agar semua anggota kelompok berusaha untuk mencapai sasaran sesuai dengan perencanaan manajerial dan usaha
Sarana manajemen
Man dan machine, dua sarana manajemen. Untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan diperlukan alat-alat sarana (tools). Tools merupakan syarat suatu usaha untuk mencapai hasil yang ditetapkan. Tools tersebut dikenal dengan 6M, yaitu men, money, materials, machines, method, dan markets.
Man merujuk pada sumber daya manusia yang dimiliki oleh organisasi. Dalam manajemen, faktor manusia adalah yang paling menentukan. Manusia yang membuat tujuan dan manusia pula yang melakukan proses untuk mencapai tujuan. Tanpa ada manusia tidak ada proses kerja, sebab pada dasarnya manusia adalah makhluk kerja. Oleh karena itu, manajemen timbul karena adanya orang-orang yang berkerja sama untuk mencapai tujuan.
Money atau Uang merupakan salah satu unsur yang tidak dapat diabaikan. Uang merupakan alat tukar dan alat pengukur nilai. Besar-kecilnya hasil kegiatan dapat diukur dari jumlah uang yang beredar dalam perusahaan. Oleh karena itu uang merupakan alat (tools) yang penting untuk mencapai tujuan karena segala sesuatu harus diperhitungkan secara rasional. Hal ini akan berhubungan dengan berapa uang yang harus disediakan untuk membiayai gaji tenaga kerja, alat-alat yang dibutuhkan dan harus dibeli serta berapa hasil yang akan dicapai dari suatu organisasi.
Material terdiri dari bahan setengah jadi (raw material) dan bahan jadi. Dalam dunia usaha untuk mencapai hasil yang lebih baik, selain manusia yang ahli dalam bidangnya juga harus dapat menggunakan bahan/materi-materi sebagai salah satu sarana. Sebab materi dan manusia tidaki dapat dipisahkan, tanpa materi tidak akan tercapai hasil yang dikehendaki.
Machine atau Mesin digunakan untuk memberi kemudahan atau menghasilkan keuntungan yang lebih besar serta menciptakan efesiensi kerja.
Method atau metode adalah suatu tata cara kerja yang memperlancar jalannya pekerjaan manajer. Sebuah metode daat dinyatakan sebagai penetapan cara pelaksanaan kerja suatu tugas dengan memberikan berbagai pertimbangan-pertimbangan kepada sasaran, fasilitas-fasilitas yang tersedia dan penggunaan waktu, serta uang dan kegiatan usaha. Perlu diingat meskipun metode baik, sedangkan orang yang melaksanakannya tidak mengerti atau tidak mempunyai pengalaman maka hasilnya tidak akan memuaskan. Dengan demikian, peranan utama dalam manajemen tetap manusianya sendiri.
Market atau pasar adalah tempat di mana organisasi menyebarluaskan (memasarkan) produknya. Memasarkan produk sudah barang tentu sangat penting sebab bila barang yang diproduksi tidak laku, maka proses produksi barang akan berhenti. Artinya, proses kerja tidak akan berlangsung. Oleh sebab itu, penguasaan pasar dalam arti menyebarkan hasil produksi merupakan faktor menentukan dalam perusahaan. Agar pasar dapat dikuasai maka kualitas dan harga barang harus sesuai dengan selera konsumen dan daya beli (kemampuan) konsumen.
Prinsip manajemen
Prinsip-prinsip dalam manajemen bersifat lentur dalam arti bahwa perlu dipertimbangkan sesuai dengan kondisi-kondisi khusus dan situasi-situasi yang berubah. Menurut Henry Fayol, seorang pencetus teori manajemen yang berasal dari Perancis, prinsip-prinsip umum manajemen ini terdiri dari:
1. Pembagian kerja (Division of work)
2. Wewenang dan tanggung jawab (Authority and responsibility)
3. Disiplin (Discipline)
4. Kesatuan perintah (Unity of command)
5. Kesatuan pengarahan (Unity of direction)
6. Mengutamakan kepentingan organisasi di atas kepentingan sendiri
7. Penggajian pegawai
8. Pemusatan (Centralization)
9. Hirarki (tingkatan)
10. Ketertiban (Order)
11. Keadilan dan kejujuran
12. Stabilitas kondisi karyawan
13. Prakarsa (Inisiative)
14. Semangat kesatuan dan kerjasama (cooperative)
Manajer
Manager atau manajer adalah seseorang yang bekerja melalui orang lain dengan mengoordinasikan kegiatan-kegiatan mereka guna mencapai sasaran organisasi. Pada organisasi berstruktur tradisional, manajer sering dikelompokan menjadi manajer puncak, manajer tingkat menengah, dan manajer lini pertama (biasanya digambarkan dengan bentuk piramida, di mana jumlah karyawan lebih besar di bagian bawah daripada di puncak).
Manajemen lini pertama (first-line management), dikenal pula dengan istilah manajemen operasional, merupakan manajemen tingkatan paling rendah yang bertugas memimpin dan mengawasi karyawan non-manajerial yang terlibat dalam proses produksi. Mereka sering disebut penyelia (supervisor), manajer shift, manajer area, manajer kantor, manajer departemen, atau mandor (foreman).
Manajemen tingkat menengah (middle management) mencakup semua manajemen yang berada di antara manajer lini pertama dan manajemen puncak dan bertugas sebagai penghubung antara keduanya. Jabatan yang termasuk manajer menengah di antaranya kepala bagian, pemimpin proyek, manajer pabrik, atau manajer divisi.
Manajemen puncak (top management), dikenal pula dengan istilah executive officer, bertugas merencanakan kegiatan dan strategi perusahaan secara umum dan mengarahkan jalannya perusahaan. Contoh top manajemen adalah CEO (Chief Executive Officer), CIO (Chief Information Officer), dan CFO (Chief Financial Officer).
Meskipun demikian, tidak semua organisasi dapat menyelesaikan pekerjaannya dengan menggunakan bentuk piramida tradisional ini. Misalnya pada organisasi yang lebih fleksibel dan sederhana, dengan pekerjaan yang dilakukan oleh tim karyawan yang selalu berubah, berpindah dari satu proyek ke proyek lainnya sesuai dengan permintaan pekerjaan.
Peran manajer
Henry Mintzberg, seorang ahli riset ilmu manajemen, mengemukakan bahwa ada sepuluh peran yang dimainkan oleh manajer di tempat kerjanya. Ia kemudian mengelompokan kesepuluh peran itu ke dalam tiga kelompok. yang pertama adalah peran antar pribadi, yaitu melibatkan orang dan kewajiban lain, yang bersifat seremonial dan simbolis. Peran ini meliputi peran sebagai figur untuk anak buah, pemimpin, dan penghubung. Yang kedua adalah peran informasional, meliputi peran manajer sebagai pemantau dan penyebar informasi, serta peran sebagai juru bicara. Yang ketiga adalah peran pengambilan keputusan, meliputi peran sebagai seorang wirausahawan, pemecah masalah, pembagi sumber daya, dan perunding.
Mintzberg kemudian menyimpulkan bahwa secara garis besar, aktivitas yang dilakukan oleh manajer adalah berinteraksi dengan orang lain.
Keterampilan Manajer


Gambar ini menunjukan keterampilan yang dibutuhkan manajer pada setiap tingkatannya.
Robert L. Katz pada tahun 1970-an mengemukakan bahwa setiap manajer membutuhkan minimal tiga keterampilan dasar. Ketiga keterampilan tersebut adalah:
1. Keterampilan konseptual (conceptional skill)
Manajer tingkat atas (top manager) harus memiliki keterampilan untuk membuat konsep, ide, dan gagasan demi kemajuan organisasi. Gagasan atau ide serta konsep tersebut kemudian haruslah dijabarkan menjadi suatu rencana kegiatan untuk mewujudkan gagasan atau konsepnya itu. Proses penjabaran ide menjadi suatu rencana kerja yang kongkret itu biasanya disebut sebagai proses perencanaan atau planning. Oleh karena itu, keterampilan konsepsional juga meruipakan keterampilan untuk membuat rencana kerja.
2. Keterampilan berhubungan dengan orang lain (humanity skill)
Selain kemampuan konsepsional, manajer juga perlu dilengkapi dengan keterampilan berkomunikasi atau keterampilan berhubungan dengan orang lain, yang disebut juga keterampilan kemanusiaan. Komunikasi yang persuasif harus selalu diciptakan oleh manajer terhadap bawahan yang dipimpinnya. Dengan komunikasi yang persuasif, bersahabat, dan kebapakan akan membuat karyawan merasa dihargai dan kemudian mereka akan bersikap terbuka kepada atasan. Keterampilan berkomunikasi diperlukan, baik pada tingkatan manajemen atas, menengah, maupun bawah.
3. Keterampilan teknis (technical skill)
Keterampilan ini pada umumnya merupakan bekal bagi manajer pada tingkat yang lebih rendah. Keterampilan teknis ini merupakan kemampuan untuk menjalankan suatu pekerjaan tertentu, misalnya menggunakan program komputer, memperbaiki mesin, membuat kursi, akuntansi dan lain-lain.
Selain tiga keterampilan dasar di atas, Ricky W. Griffin menambahkan dua keterampilan dasar yang perlu dimiliki manajer, yaitu:
1. Keterampilan manajemen waktu
Merupakan keterampilan yang merujuk pada kemampuan seorang manajer untuk menggunakan waktu yang dimilikinya secara bijaksana. Griffin mengajukan contoh kasus Lew Frankfort dari Coach. Pada tahun 2004, sebagai manajer, Frankfort digaji $2.000.000 per tahun. Jika diasumsikan bahwa ia bekerja selama 50 jam per minggu dengan waktu cuti 2 minggu, maka gaji Frankfort setiap jamnya adalah $800 per jam—sekitar $13 per menit. Dari sana dapat kita lihat bahwa setiap menit yang terbuang akan sangat merugikan perusahaan. Kebanyakan manajer, tentu saja, memiliki gaji yang jauh lebih kecil dari Frankfort. Namun demikian, waktu yang mereka miliki tetap merupakan aset berharga, dan menyianyiakannya berarti membuang-buang uang dan mengurangi produktivitas perusahaan.
2. Keterampilan membuat keputusan
Merupakan kemampuan untuk mendefinisikan masalah dan menentukan cara terbaik dalam memecahkannya. Kemampuan membuat keputusan adalah yang paling utama bagi seorang manajer, terutama bagi kelompok manajer atas (top manager). Griffin mengajukan tiga langkah dalam pembuatan keputusan. Pertama, seorang manajer harus mendefinisikan masalah dan mencari berbagai alternatif yang dapat diambil untuk menyelesaikannya. Kedua, manajer harus mengevaluasi setiap alternatif yang ada dan memilih sebuah alternatif yang dianggap paling baik. Dan terakhir, manajer harus mengimplementasikan alternatif yang telah ia pilih serta mengawasi dan mengevaluasinya agar tetap berada di jalur yang benar.
Fungsi dan Peran Lembaga Amil Zakat:Perspektif Historis
A. Pengelolaan Zakat Pada Masa Rasulullah SAW

Kata zakat yang dirangkaikan dengan kewajiban shalat disebutkan dalam Al-Qur’an kurang lebih 82 kali. Ini mengandung indikasi bahwa zakat sangat penting bagi kehidupan manusia. Apabila perintah Allah benar-benar diaplikasikan dalam kehidupan manusia, maka zakat merupakan potensi dana umat yang sangat besar, sehingga memerlukan pengurusan yang lebih profesional sebagaimana dicontohkan Rasulullah pada masa lalu sebagai sosok amil resmi yang menunjuk pembantu-pembantunya dengan sebutan antara lain:

1. Kitabah: bagian yang diserahi tugas untuk mencatat para wajib zakat.
2. Hisabah: bagian yang diserahi tugas untuk menaksir, menghitung zakat.
3. Jubah: bagian yang diserahi tugas untuk menarik atau mengambil zakat dari para muzakki.
4. Khazanah: bagian yang diserahi tugas untuk menghimpun/memelihara harta zakat.
5. Qasamah: bagian yang diserahi tugas untuk menyalurkan Zakat kepada mustahiq.

Tercermin dari pembagian tugas tersebut bahwa sejak zaman Rasulullah ternyata pengelolaan zakat diserahkan kepada amil dan telah dilaksanakan dengan sistem manajemen secara profesional dan efektif sehingga mencapai sasaran tujuan zakat itu sendiri, baik untuk meningkatkan keimanan ketaqwaan kepada Allah SWT maupun dalam upaya menghindari kesenjangan sosial dan meningkatkan kesejahteraan ummat. Amil tersebut disejajarkan dengan lembaga-lembaga pemerintahan pada waktu itu, setara dengan kantor Bendahara Negara saat ini yang mengurus Harta Kekayaan Negara.

Secara historis, periode Makkah tidak secara tegas menyatakan kewajiban zakat yang pada umumnya lebih bersifat informatif. Misalnya turun ayat yang bercerita tentang hak-hak fakir dan miskin atau ketentraman dan kebahagiaan orang-orang yang menunaikan zakat. Pada periode Makkah, zakat belum menjadi syari’at wajib, karena ayat-ayat Makkah tidak memakai shighat amar (kata perintah).

Pada periode Madinah, secara politis kaum Muslimin telah menjadi sebuah kekuatan masyarakat yang mandiri. Mereka mendirikan negara sendiri, menerapkan hukum sendiri dan memiliki wilayah kekuasaan sendiri; mereka terdiri atas penguasa, pemilik tanah, pedagang dan sebagainya. Dalam kondisi demikian, umat Islam memerlukan pranata untuk mengikat dan memperkuat kesatuan politik yang telah terbentuk itu. Ayat-ayat Madaniyah tentang zakat yang mulai terlihat unsur kewajibannya, merupakan bagian dari mekanisme untuk merekatkan kesatuan politik itu.

Pada tahun kedua Hijriyah turun ayat dengan aturan lebih khusus, yakni penetapan siapa saja yang berhak menerima zakat (Mustahiq al-Zakat). Pada tahun ke-9 Hijriyah, Allah menurunkan surat al-Taubah ayat 60 yang menetapkan ketentuan baru bahwa mustahiq zakat tidak hanya terbatas pada fakir dan miskin, tetapi masih ada enam kelompok lagi, yaitu amil, mu`allaf, memerdekakan budak (riqab), orang yang terbebani hutang (gharimin), berjuang di jalan Allah (fi sabilillah) dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan (ibnu sabil).

Dalam praktiknya, Nabi tidak membagi rata hasil zakat yang terkumpul kepada delapan kelompok tersebut. Nabi membagi sesuai kebutuhan. Maka konsekuensinya, ada salah satu kelompok yang tidak memperoleh zakat karena persediaan zakat di alokasikan kepada kelompok lain yang lebih membutuhkan. Dengan demikian, sistem distribusi zakat pada masa Rasulullah diatur secara proporsional dan kondisional disesuaikan dengan tingkat kebutuhan mustahiq zakat.

B. Pengelolaan Zakat Pada Masa al-Khulafa’ al-Rasyidun

Pada masa Abu Bakar, selama dua tahun sejak wafat Rasulullah SAW, sebenarnya belum terjadi perubahan mendasar tentang kebijakan pengelolaan zakat dibandingkan dengan masa Rasulullah. Namun pada periode ini terjadi sebuah peristiwa penting yang menyangkut zakat.

Abu Bakar kemudian menyatakan perang kepada orang-orang yang tidak mau menunaikan zakat, karena mereka dinilai telah murtad. Kebijakan Abu Bakar ini pada mulanya ditentang oleh Umar bin Khattab. Umar berpegang kepada hadis Nabi yang menyatakan, “Saya diutus untuk memerangi manusia sampai ia mengucapkan kalimat La Illaha Illallah”. Bagi Umar, dengan masuk Islm sudah menjamin bahwa darah dan kekayaan seseorang berhak memperoleh perlindungan.

Namun Abu Bakar berargumen bahwa teks hadis di atas memberi syarat terjadinya perlindungan tersebut, yaitu, “ kecuali bila terdapat kewajiban dalam darah dan kekayaan itu”. Zakat adalah yang harus ditunaikan dalam kekayaan. Abu Bakar juga menganalogikan zakat dengan shalat, karena pentasyri’an keduanya memang sejajar. Dengan argumentasi semacam itu akhirnya Umar menyetujui, seraya berkata ,“Demi Allah saya melihat bahwa Allah telah melapangkan dada Abu Bakar untuk melakukan perang, maka saya mengetahui bahwa ia dipihak yang benar” (Lihat Shahih al-Bukhari, juz II: 110)

Ketika Abu Bakar meninggal dan usai dikebumikan, Umar bin Khattab memanggil sahabat terpercayanya, antara lain Abdurrahman bin ‘Auf dan ‘Utsman bin ‘Affan untuk masuk dalam Baitul Mal. Mereka tidak mendapati satu dinar dan satu dirham pun di dalamnya, kecuali satu karung harta yang tersimpan di dalam Baitul Mal yang berisi satu dirham. Mereka memohon agar Abu Bakar dilimpahi rahmat. Kemudian, Baitul Mal dipimpin oleh Khalifah ‘Utsman bin ‘Affan. Harta zakat pada periode ‘Utsman mencapai rekor tertinggi. ‘Utsman melantik Zaid bin Tsabit untuk mengurus zakat. Pernah satu masa ‘Utsman memerintahkan Zaid untuk membagi-bagikan harta kepada yang berhak, namun masih tersisa seribu dirham, lalu ‘Utsman menyuruh Zaid untuk membelanjakan sisa dana tersebut untuk membangun masjid Nabawi.

C. Pengelolaan Zakat di Indonesia

Seorang ulama kenamaan, Muhammad Arsyad al-Banjari, pernah menggulirkan gagasan brilian tentang sistem pengelolaan zakat. Menurutnya, zakat tidak hanya bersifat konsumtif, tetapi juga harus bersifat produktif sehingga hasilnya bisa dimanfaatkan secara berkesinambungan oleh mustahiq. Zakat yang hanya konsumtif tidak akan mampu mengangkat harkat kemanusiaan dan kemiskinan.
Pertama, bagi fakir dan miskin yang tidak memiliki keterampilan, hendaknya tidak diberi berupa emas, perak, atau uang, tetapi berupa barang yang bisa dimanfaatkan dalam jangka waktu lama, seperti barang sewaan. Kedua, bagi fakir dan miskin yang memiliki keterampilan, semestinya diberikan alat-alat keterampilan. Ketiga, bagi fakir dan miskin yang telah memiliki pekerjaan namun belum memenuhi kebutuhan hidupnya, maka mereka harus diberi modal usaha.

Kalau pada masa sebelumnya kas-kas masjid yang antara lain bersumber dari zakat dikelola sepenuhnya oleh umat Islam melalui lembaga-lembaga yang dibentuknya, maka setelah berada di bawah pengaruh pemerintahan Hindia Belanda, dana-dana tersebut dimanfaatkan untuk memberikan sumbangan kepada rumah sakit Zending di Mojowarno yang pendirinya di prakarsai oleh Pendeta Johannes Kruyt (1835-1918), kas masjid di Kediri di manfaatkan untuk membiayai sebuah asrama pelacur, dan secara rutin kas-kas masjid juga dimanfaatkan untuk membantu aktifitas kristen. (Suminto, 1985: 165-167). Kemudian, atas jasa Snouck Hurgronje, dalam kapasitasnya sebagai penasehat senior Hindia Belanda, kebijakan Hindia Belanda akhirnya mengalami perubahan. Ia menyarankan agar kas masjid tidak lagi digunakan untuk kepentingan missionaris Kristen dan pelacur, tetapi diarahkan pada sarana kepentingan umum seperti balai pertemuan, pemugaran masjid, pemberantasan tikus, dan lain-lain. Ia tidak setuju bila ketentraman ibadat umat Islam terusik, karena secara politis tidak menguntungkan pemerintah Hindia Belanda.

Program pembentukan Baitul Mal di prioritaskan oleh pimpinan pendudukan jepang, karena mereka mengincar dana besar yang bakal terkumpul di dalamnya, ternyata setelah lembaga itu berfungsi, sebagian dana tersebut digunakan oleh tentara Dai Nippon. Zakat hanya di orientasikan untuk sekedar menggugurkan kewajiban kepada Allah, dan kurang disadari bahwa sebenarnya juga wujud pertanggung jawaban sosial setiap Muslim. Meski secara terbatas, sejak kemerdekaan, sebenarnya telah ada usaha-usaha untuk mengembangkan dan meningkatkan pelaksanaan zakat diberbagai daerah, bahkan ada beberapa pejabat yang secara pribadi terlibat dalam pengelolaan zakat, namun demikian belum ada lembaga pengelola yang secara resmi didirikan oleh pemerintah, kecuali di Aceh pada tahun 1959. Dalam konteks ini, Aceh pernah menjadii pelopor dan penggagas lahirnya lembaga pengelola zakat.
Pada masa penjajahan dan setelah kemerdekaan RI, pengelolaan zakat hanya ditangani oleh amil dalam pengertian “orang perseorangan” (figur ulama), tidak dalam bentuk organisasi seperti dicontohkan pada zaman Rasulullah. Pemikiran ini dikembangkan oleh Pemerintah Hindia Belanda pada waktu itu karena mereka memahami betul bahwa apabila zakat benar-benar dikelola secara profesional dengan sistem organisasi dan administrasi yang baik akan dapat menghimpun dana yang sangat besar di kemudian hari dan hal ini merupakan potensi umat/bangsa Indonesia sebagai modal perjuangannya dalam melawan Pemerintah Hindia Belanda.
Setelah masa Penjajahan (masa transisi) pemikiran yang semacam itulah yang dipahami sehingga membudayakan di kalangan umat dimana amil tidak dikenal. Zakat dilaksanakn secara individual, langsung kepada mustahiq atau melalui para ulama, kyai, atau ustadz sehingga zakat kurang fungsional dan tidak potensial. Lembaga Zakat dikenal hanya di masjid-masjid (lembaga pendidikan yang bersifat tradisional dan temporer), karena dibentuk dan melaksanakan tugasnya hanya pada saat bulan suci Ramadhan menjelang Hari Raya Idul Fitri, dan bersifat pasif.

D. Pengelolaan Zakat Masa Kini dan Akan Datang

Dengan berpedoman kepada ayat suci al-Qur’an dan mencontoh teladan Rasulullah SAW maka amil sudah seharusnya menfungsikan tugas-tugasnya yang dinamis dan proaktif serta efektif dalam mengelola zakat dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Tugas Informatif
Badan Amil Zakat atau apa pun namanya, yang diamanahkan oleh umat untuk mengelola zakat, maka perlu menyampaikan informasi kepada masyarakat secara terbuka agar masyarakat mengetahui dan memahami dengan baik tentang kewajiban zakat dan hal-hal yang berkenaan dengannya. Informasi mengenai zakat dapat disampaikan melalui mimbar masjid pada saat khutbah Jum’at, ceramah agama, pengajian atau setiap selesai shalat.

2. Tugas Sosialisasi
Akibat pemikiran warisan penjajah Belanda, banyak kendala yang dihadapi antara lain perbedaan persepsi, visi keberadaan amil sebagai pengelola zakat, kurangnya pengertian, kesadaran hukum serta fungsi dan tujuan zakat untuk kemaslahatan umat dalam pendayagunaannya. Dalam masyarakat modern masih terdapat umat yang tidak dapat membedakan antara pengertian hukum, nishab, haul, kadar zakat harta dan zakat fitrah. Seseorang yang mempunyai kekayaan dikira hanya cukup berkewajiban mengeluarkan zakat fitrah, sementara zakat (hartanya) terabaikan.

Untuk mengatasi kendala tersebut terus dikembangkan keutamaan zakat melalui kajian-kajian informasi; metode dakwah menurut status/strata masyarakat kelompoknya “Hikmah Zakat” yang banyak terkandung dalam al-Qur’an dan sunnah Rasulullah SAW yang belum banyak diketahui umat, disampaikan dengan metode dakwah kontemporer saat ini, seperti talk show, road show, majalah, koran, brosur, newsletter, diskusi, wawancara, dan iklan layanan.

Sosialisasi zakat secara intensif kepada tokoh formal dan informal serta masyarakat tentang keberadaan Amil akan lebih efisien dan efektif apabila diprogramkan melalui jaringan informasi elektronik seperti internet, media TV/Radio, dan jaringan media cetak.

3. Tugas Manajerial
Unsur-unsur manajemen dalam pengelolaan zakat masa kini dapat diuraikan sebagai berikut:

a. Unsur organisasi (Struktural)

Amil adalah merupakan kumpulan sejumlah orang; bukan orang-perseorangan. Orang-orang tersebut dilibatkan dalam urusan pengelolaan zakat, dipilih menurut keahliannya masing-masing dan diangkat oleh penguasa atau organisasi sosial yang diberi kewenangan untuk mendaftar muzakki, menarik, mengumpulkan, memelihara, dan mandayagunakan zakat kepada mustahiq (yang berhak menerimanya).

b. Unsur Koordinasi

Pengelolaan zakat sangat berkaitan dengan masalah hukum (Syari’at Islam), kondisi sosial masyarakat (Muzaki atau Mutasodik) dan sistem manajemen pengelolaannya. Untuk menyatu padukan ketiga masalah pokok tersebut maka pengelolaan Zakat diperlukan adanya koordinasi dengan instansi/lembaga Pemerintah, maupun lembaga profesi masyarakat; seperti Majelis Ulama Indonesia, Tokoh Masyarakat, Cendikiawan Muslim dan Lembaga-lembaga profesi lainnya.

Koordinasi ini bertujuan untuk menyatukan visi dan misi sehingga terjalin sinergi antara lembaga Amil Pemerintah, Lembaga Amil Masyarakat, dan tokoh Masyarakat/Cendikiawan sehingga dapat dihindari timbulnya benturan dari berbagai kepentingan dan pendapat dikalangan kelompok dan lembaga tersebut.


c. Unsur Staf (Aparatur)

Dalam mengefektifkan pengelolaan zakat maka penunjukan pengurus zakat harus benar-benar memenuhi syarat antara lain sifat amanah, jujur, serta ahli dibidangnya karena tugas dan tanggung jawab pengelolaan zakat sangat luas dan berat, meliputi bukan saja tugas pengumpulan melainkan juga pendayagunaan kesejahteraan umat. Staf/Aparatur sesuai dengan keahliannya masing-masing ditempatkan pada bagian organisasi seperti pengumpulan, pendayagunaan, bina program, ketatausahaan, pengembangan ekonomi rakyat serta bagian lain yang dianggap perlu.

d. Unsur Perencanaan

Untuk melaksanakan fungsi dan tujuan zakat yang efektif, berdayaguna dan berhasil guna dalam upaya mensejahterakan umat maka program pengelolaan zakat sebelumnya harus melalui perencanaan yang dihasilkan dari masukan informasi melalui kajian-kajian, diskusi, seminar yang melibatkan orang-perorangan, kelompok atau lembaga. Perencanaan ini juga harus melihat kedepan dan mempelajari kondisi sosial ekonomi pada waktu itu sehingga dalam pelaksanaan program akan berjalan tanpa hambatan yang berarti.

e. Unsur Motivasi

Dalam upaya menumbuhkan etos kerja dilingkungan internal pengurus dan staf amil diperlukan motivasi dari pimpinan organisasi yang terus menerus maupun peningkatan kualitas sumber daya manusianya melalui kursus dan pelatihan.

Kendala eksternal dapat disebutkan antara lain kurangnya kesadaran berzakat dikalangan masyarakat dan perbedaan lembaga Amil itu sendiri. Program sosialisasi dengan memotivasi masyarakat maka Badan Amil Zakat (BAZ) lambat laun akan senantiasa dibutuhkan oleh masyarakat baik untuk melayani penerimaan zakat maupun pendistribusian.



f. Unsur Budgetting (Anggaran Biaya)

Dalam setiap organisasi yang telah menetapkan program untuk mencapai tujuannya maka anggaran biaya sangat diperlukan dalam upaya untuk memenuhi kesejahteraan sosial sumber daya manusianya, pengadaan sarana dan prasarana seperti gedung kantor, alat komunikasi, operasional dan perlengkapan kantor. Demikian pula perangkat keras dan perangkat lunak didalam upaya memenuhi pelayanan zakat yang prima dan pelayanan yang serba cepat, mudah dan aman. Hal ini hanya dapat dilaksanakan dengan penyediaan sarana dengan menggunakan sistem komputerisasi.

g. Penetapan Prosedur, Transparansi, dan Akuntabilitas

Amil sebagai lembaga amanah harus senantiasa memelihara kepercayaan umat, kepercayaan ini perlu diciptakan dalam bentuk formulir; mekanisme, prosedur, administrasi yang tertib dan dapat dipertanggung jawabkan mulai dari penerimaan setoran zakat sampai dengan pendistribusiannya dikendalikan dengan prosedur tata laksana yang telah ditetapkan.

Tertib administrasi keuangan terlihat dalam sistem pembukuan dan akuntansi yang setiap tahun di audit oleh akuntan publik dan disiarkan dengan prosedur tata laksana yang telah ditetapkan. Menteri Keuangan berpendapat bahwa peraturan zakat tidak perlu dituangkan dalam bentuk undang-undang, namun cukup dengan peraturan menteri saja. Atas dasar itu, maka keluarlah Instruksi Menteri Agama nomor 4 dan 5 tahun 1968.

Beberapa saat setelah keluarnya peraturan Menteri Agama di atas, keluar juga anjuran presiden Soeharto untuk mengembangkan zakat secara efektif, efisien dan dengan cara-cara yang lebih luas serta pengarahan yang lebih tepat. Anjuran tersebut disampaikan saat menyambut peringatan Isra’ Mi’raj di Istana Negara pada tanggal 26 Oktober 1968. Bahkan Presiden menyatakan bersedia secara pribadi untuk menjadi amil zakat. (Depag RI, 1982: 12)
Anjuran Presiden ini selanjutnya mendorong terbentuknya Badan Amil zakat di berbagai Provinsi. Di bawah Pemerintahan Gubernur Ali Sadikin, Pemda DKI Jakarta mendirikan Badan Amil Zakat (BAZ) pada tanggal 5 Desember 1968 dengan surat keputusan nomor Cb-14/8/18/68. Berdasarkan surat keputusan tersebut, kemudian ditetapkan organisasinya mulai tingkat wilayah Kotamadya, Kecamatan, dan Kelurahan dengan tugas mengumpulkan zakat di seluruh DKI, mengatur, hingga membagikan kepada yang berhak.

Pembentukan Badan Amil Zakat (BAZ) oleh Pemda DKI Jakarta kemudian diikuti oleh provinsi-provinsi lain yang dipelopori oleh pejabat atau unsur pemerintah dengan dukungan para ulama dan pemimpin Islam pada umumnya. Dengan demikian, terbentuklah Badan Amil Zakat yang bersifat semi pemerintah, umumnya dengan surat keputusan Gubernur BAZ. BAZ itu antara lain terbentuk di Aceh (1975), Sumatera Barat (1975), Sumatera Selatan, Lampung (1975), Jawa Barat (1974), Kalimantan selatan (1977), Kalimantan Timur (1972), Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara (1985) dan Nusa Tenggara Barat.

Badan itu tampil dengan nama yang berbeda-beda, walaupun pada umumnya mengambil nama BAZ, BAZIS, BAZI, BAZID (ditambah derma) atau nama-nama lain seperti Badan Harta Agama (Aceh), Lembaga Harta Agama Islam (Sumatera Utara), atau Yayasan Sosial Islam (Sumatera Barat). Perkembangan kelembagaan tersebut antara masing-masing daerah berbeda-beda, ada yang baru konsep saja, ada yang terbentuknya baru pada tingkat kabupaten, atau belum ada perkembangan sama sekali. Ada juga yang terbentuk lembaganya tetapi belum berjalan. Dalam 10 tahun terakhir, di Indonesia telah terjadi perubahan dan kemajuan yang sangat signifikan tentang semangat dan perhatian pihak pemerintah untuk meningkatkan pendapatan umat melaluli penggalangan zakat. Bahkan, secara nasional sudah dibentuk Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) dan di tingkat provinsi pun sudah didirikan pula Badan Amil Zakat Daerah (BAZDA); bahkan di lingkungan organisasi non-pemerintah dan sosial juga telah muncul Lembaga Amil Zakat (LAZ). Semua lembaga tersebut berperan menerima, mengumpulkan, dan mendistribusikan zakat kepada para mustahiq. Tanpa kecuali, dalam lingkungan masyarakat Aceh di Jakarta yang tergabung dalam Taman Iskandar Muda (TIM) pun sudah lama berdiri Badan Amil Zakat (BAZ); bahkan sekarang sudah lahir banyak Unit Pengelolaan Zakat di tingkat TIM Cabang se-Jabodetabke, Banten dan Karawang.

Model Struktur Unit Pengeloolaan Zakat Taman Iskandar Muda (TIM)
Sebagai pedoman dalam mengelolan Unit Pelayanan Zakat (UPZ) di Cabang-Cabang Taman Iskandar Muda (TIM), format di bawah ini dapat dijadikan sebagai rujukan dalam pembentukan UPZ. Tentu saja, model format struktur pengurus UPZ ini tidaklah bersifat mutlak, tetapi fleksibel disesuaikan dengan tingkat efektivitas kerja dan kebutuhan setempat.




Model: A
STRUKTUR PENGURUS UNIT PENGELOLAAN ZAKAT (UPZ)
TAMAN ISKANDAR MUDA (TIM) CABANG ……………………
PERIODE …………………..


Pengawas : ………………………………..

Ketua :………………………………..
Sekretaris :………………………………..
Bendahara :………………………………..

Divisi-Divisi:

1. Divisi Pengumpulan:…………………………
2. Divisi Pendistribusian:…………………………
3. Divisi Pendayagunaan:…………………………
4. Divisi Pemberdayaan:…………………………

Model: B
STRUKTUR PENGURUS UNIT PENGELOLAAN ZAKAT (UPZ)
TAMAN ISKANDAR MUDA (TIM) CABANG…………………..
PERIODE …………….

Dewan Pengawas: 1………………………..
2………………………..

K e t u a: ………………………….
Wakil Ketua: ………………………….
Sekretaris: ………………………….
Wakil Sekretaris:…………………………..
Bendahara: ………………………….
Wakil Bendahara: ………………………….

Divisi-Divisi :

Divisi Informasi dan Komunikasi
Koordinator: ………………………………..……
Anggota: 1…………………………….……..
2………………………….………..

Divisi Pengumpulan dan Distribusi
Koordinator: ………………………….…………
Anggota: 1…………. ………………………
2. ……………………….……..…

Divisi Penyuluhan dan Pengkaderan
Koordinator: …………………..………………
Anggota: 1. ……………………………….
2. ……………………………….

Divisi Pemberdayaan dan Pengembangan
Koordinator: ……………………….………….
Anggota: 1…………………………………
2…………………………………

Catatan:

1. Pengawas bertugas memantau dan mengawasi aktivitas UPZ dalam menjalankan tugas-tugasnya serta meminta laporan dan pertanggungjawaban secara tertulis atas pendayagunaan dana zakat. Melakukan evaluasi dan memberikan saran untuk perbaikan.
2. Divisi Pengumpulan bertugas mengumpulkan zakat, menerima, mencatat zakat dari para Muzakki serta membuat laporan hasil pengumpulannya secara keseluruhan.

3. Divisi Pendidistribusian bertugas melakukan survei terhadap orang-orang yang berhak menerima zakat, membagi-bagikan zakat kepada para Mustahiq dan membuat laporan setelah pembagiannya.
4. Divisi Pendayagunaan bertugas mengalokasikan dana zakat, dari bagian ‘amil, untuk keperluan administrasi, biaya operasional, transportasi, dan pengadaan fasilitas untuk kelancaran jalannya program UPZ.
5. Divisi Pemberdayaan bertugas melakukan survei terhadap orang-orang fakir-miskin yang berminat membuka usaha dan mengembangkan dana zakat dalam sektor usaha produktif dalam rangka meningkatkan taraf kehidupan ekonomi umat.
6. Jumlah pengurus: Pengurus inti sekurang-kurangnya terdiri dari seorang ketua, seorang sekretaris, dan seorang bendahara.
7. Dewan Penasehat dan Pengawas sekurang-kurangnya terdiri dari dua orang.
8. Setiap divisi sekurang-kurangnya terdiri dari seorang koordinator dan seorang anggota.
9. Masa kepengurusan UPZ disesuaikan dengan masa kepengurusan TIM Cabang masing-masing.

***

REFERENSI

Abdul Qadim Zallum, 1988. Al-Amwal fi Daulatil Khilafah, T.tp: Darul ‘Ilmi Lilmalayin.
Al-Jashshash, 1993.Ahkamul Qur’an, Beirut: Darul Fikr.
C.S. George Jr. 1972. The History or Management Thought, ed. 2nd. Upper Saddle River, NJ. Prentice Hall.
Drucker, Peter. 1946. Concept of Corporation. John Day Company.
Fayol, Henry. 1949. Administration, industrielle et generale
http://www.referenceforbusiness.com/management/Or-Pr/Pioneers-of-Management.html
Mintzberg 1973. The Nature of Managerial Work. Griffin, R. 2006. Business, 8th Edition. NJ: Prentice Hall.
Ja’far Al-Jazzar, 1993. Al-Bunuk fil ‘Alam, Anwa’uha wa Kaifa Tata’mal Ma’aha, Beirut: Darul Nafa`is.
Mahmud Syaltut, Syeikh, 1966. Al-Islamu ‘Aqidatun wa Syari’atun, Al-Qahirah: Darul Qalam,
Muhammad Ibrahim Quthb, 1980. An-Nizhamul Maliyah fil Islam, Al-Qahirah: Darul Kutub.
Qur’an was Sunnah, Juz I dan II, Al-Qahirah: Maktabah Wahbah.
Robbins, Stephen dan Mary coulter. 2007. Management, 8th Edition. NJ: Prentice Hall.
Robert L. Katz. Skills of an Effective Administrator.
Smith, Adam. 1776. An Inquiry into the Nature and Causes of the Wealth of Nations.
Vocational Business: Training, Developing and Motivating People by Richard Barrett - Business & Economics - 2003.
Sayyid Sabiq, 1998. Fiqhus Sunnah, Juz III, Beirut: Darul Fikr.
Wren, Daniel dan Arthur Bedeian. 2009. The Evolution of Management Thought.
Wahbah Az-Zuhaili, 1989. Al-Fiqhul Islami wa Adillatuhu, Damaskus: Darul Fikr.
Yusuf al-Qardhawi, 2006. Fiqhuz Zakah, Dirasah Muqaranah Li Ahkamiha wa Falsafatiha fi Dhau’il

CURRICULUM VITAE

A. Data Pribadi
1. Nama : DR. H. Hasan Basri, MA
2. Nama Ayah : Ahmad Piah al-Mardawy
3. Tempat/Tgl. Lahir : Pante Geulima, Aceh, 2 Mei 1963
4. Pekerjaan : Dosen Tafsir dan Pemikiran Islam, Fakultas Tarbiyah
5. Tempat Bekerja : IAIN Ar-Raniry Nanggroe Aceh Darussalam
6. Alamat di Aceh : Jl. Patimura, Lrg. Gle Gapui No. 01, Banda Aceh.
7. Alamat di Jakarta : Kompleks Griya Arafah, Jl. Keang Risin II, No. 182, Legoso, Ciputat, Jakarta Selatan 15419

B. Pendidikan
1. MIN (SD) Meureudu, Aceh tamat tahun 1976.
2. MTsN (SLTP) Meureudu, Aceh tamat tahun 1980.
3. MAN (SLTA) Banda Aceh tamat tahun 1983.
4. Universitas Muhammadiyah Surakarta, Jawa Tengah tamat tahun 1987.
5. Pondok Modern Hajjah Nuriyah Shabran, Solo, Jawa Tengah, tamat tahun 1987.
6. S1 IAIN Ar-Raniry Banda Aceh tamat tahun 1990.
7. S2 Universitas Leiden, Nederland tamat tahun 1997.
8. S3 Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta dan Universitas Negeri Jakarta (UNJ).

C. Organisasi
1. Ketua Youth Moslem Association of Europe (YMAE) De Haag, tahun 1995-1996.
2. Sekretaris Ikatan Cendekiawan Muslim (ICMI) Orsat Belanda tahun 1995-1997.
3. Ketua Ikatan Mahasiswa Studi Islam Aceh (IMSIA) di Jakarta 2001 s.d. sekarang.
4. Ketua Bidang Pendidikan Yayasan Shabrun Jamil Jakarta tahun 2004 s.d. sekarang.
5. Anggota Dewan Konsultatif Masjid Jabal Rahmah dan Yayasan Teuku Laksamana, Jakarta 2006 sampai sekarang.
6. Ketua Unit Pelayanan Zakat (UPZ) Masjid Jabal Rahmah Jakarta 2007 dan Wakil Ketua BAZ TIM Pusat Jakarta sampai sekarang.

D. Karya Tulis yang Diterbitkan
1. Aceh, Rakyat dan Adat Istiadatnya, Jilid I dan II, [Editor], (Penerbit INIS, Nederland-Jakarta, 1996).
2. Metode Tafsir Al-Qur’an: Kajian Kritis, Objektif, dan Komprehensif [Penerjemah], (Penerbit Riora Cipta, Jakarta, 2000).
3. Tafsir Pase: Paradigma Baru (Penerbit Bale Kajian Al-Qur’an Pase, Jakarta, 2001).
4. Spektrum Saintifika Al-Qur’an (Penerbit Galura Pase, Jakarta, 2001).
5. Nabi Muhammad dalam Weda, Purana, Bibel, dan Al-Qur’an (Penerbit Bale Kajian Al-Qur’an Pase, Jakarta, 2001).
6. Horizon Al-Qur’an: Membahas Tema-Tema Unggulan dalam Al-Qur’an, [Penerjemah dan Editor], (Penerbit Galura Pase, Jakarta, 2002).
7. Cakrawala Ilmu Dalam Al-Qur’an (Penerbit Pustaka Firdaus, Jakarta, 2002).
8. Membuka Gerbang Ijtihad: Perspektif Historis dan Sosiologis [Editor], (Penerbit YHAA, NAD, 2003).
9. Ijtihad Kontemporer dan Reformasi Hukum Islam dalam Perspektif Mahmud Syaltut [Editor], (Penerbit YHAA, NAD, 2003).
10. Aktualisasi Pesan Al-Qur’an dalam Bernegara (Penerbit Ihsan, Jakarta, 2003).
11. Fiqih Lelang [Editor], (Penerbit Kiswah, NAD, 2003).
12. Transaksi Ekonomi dalam Perspektif Hukum Islam dan Perdata [Editor], (Penerbit Kiswah, NAD, 2003).
13. Revitalisasi Syari’at Islam di Aceh: Problem, Solusi, dan Implementasi [Editor], (Penerbit Logos Wacana Ilmu, Jakarta, 2003).
14. Minuman Cinta: Menyelami Esensi Ajaran Tasawuf (Penerbit Paramarta, Jakarta, 2004).
15. Neraca Keadilan dalam Sistem Sosial, Ekonomi, dan Supremasi Hukum, [Editor], (Penerbit: Tajdidiyah, Jakarta, 2004).
16. Lingkaran Ilahi: Viabilitas dan Dinamika Kaum Sufi (dalam proses penerbitan).
17. Kunci Surga: Meneladani dan Menyingkap Rahasia Shalat Rasulullah SAW, [Editor] (Penerbit: Mihrab Saintifika, Jakarta, 2006).
18. Pencerahan Intelektual: Referensi Bagi Khatib, Penceramah, dan Da’i [Editor], (Penerbit: BRR dan BKPRMI NAD, 2007).
19. Manahil ‘Irfan fi ‘Ulum Al-Qur’an: Menyelami Lautan Ilmu-ilmu Al-Qur’an [Penerjemah], (Penerbit Gaya Media Pratama, Jakarta … ).
20. Ideas of Islamic Reform in Indonesia, forthcoming of publishing.
21. A. Hasjmy: Kajian Sosial Inteletual dan Pemikirannya tentang Politik Islam, UIN Jakarta, 2008.
22. “Islam in Aceh: Institutions, Scholarly Tradition, and Relations Between Ulama and Umara” dan “Applying Islamic Law (Syari’ah) in Aceh: A Perspective from Within” dalam Aceh: History, Politics, and Culture, edited by Arndt Graf, Susanne Schroter, and Edwin Wieringa, ISEAS Publishing, Singapore, 2010.
23. Wawasan Zakat: Paradigma Kontemporer (Penerbit: Taman Iskandar Muda [TIM], Jakarta, 2010).
24. Dan lain-lain.

E. Pengalaman Luar Negeri
1. Kunjungan dakwah ke negara-negara Eropa: Nederland, Belgia, Perancis, London, Jerman, Swiss, dan Saudi Arabia, dan negara-negara lain (tahun 1994-1997).
2. Studi Komparatif tentang Dinamika Kehidupan Komunitas Muslim di Eropa tahun 1997-1998.

F. Pengalaman Perlatihan
1. Perlatihan kepemimpinan di Paris, Perancis tahun 1996
2. Pelatihan Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Grounded Research di Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh tahun 1997.
3. Tutor calon Juru Dakwah di Nanggroe Aceh Darussalam, pasca Tsunami, 2004 –2006.
4. Instruktur latihan spiritual Qalbun Salim di Riyadhus Shalihin Jakarta, 2006.
5. Tutor calon Khatib Yayasan Shabrun Jamil Jakarta tahun 2007.
6. Tutor calon Imam Masjid Yayasan Riyadhus Shalihin Jakarta, 2006-2007.

hb@personal.file

Rabu, 27 Juli 2011

ZAKAT: HUKUM DAN DISTRIBUSI

HUKUM ZAKAT DAN SISTEM PENDISTRIBUSIANNYA
DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN DAN SUNNAH
Oleh : Drs. H. A. Mufakhir Muhammad, MA
(Dosen Bahasa Arab Fakultas Tarbiyah IAIN Ar-Raniry Banda Aceh)


Hukum Zakat Menurut al-Qur’an
Zakat secara harfiah dan bahasa berarti bersih, suci, tumbuh dan berkembang serta berkah (al-barakah). Seorang ulama terkenal pakar zakat terkemuka dari Universitas al-Azhar Mesir, Yusuf al-Qaradhawiy mengemukakan bahwa secara syar’i, zakat diartikan dengan: (az-zakat fi asy-syar’iy thuthlaqu āla al-Hishshah al-Muqaddarah minal mal allati faradhaha Allahu lil Mustahiqqin). Artinya zakat digunakan sebagai sebutan untuk bagian yang telah ditentukan dari harta kekayaan yang telah ditentukan Allah untuk diberikan kepada Mustahiq (yang berhak menerima zakat)
Zakat merupakan kewajiban Ilahiyah. Menjalankannya merupakan keharusan, sesuatu yang wajib dan tidak bisa dihindarkan. Dengan membayar atau menunaikan zakat maka seseorang memperoleh penyucian hati dan dirinya serta telah melakukan amal yang benar untuk mendapatkan rahmat Allah dan hartanya akan berkembang dan bertambah. Zakat adalah sadaqah Mafrudh (Infaq wajib) bukan sedekah thathawwu’ (sumbangan sukarela). Zakat harus ditunaikan dari harta yang dianugerahkan Allah sebagai rasa syukur atas rezki yang diberikan Allah Azzaawajalla.
Al-Qur’an menjelaskan bahwa kepada Muzakki, yang memenuhi kewajiban ini akan mendapat pahala dan rahmat Allah di dunia dan di akhirat kelak. Sebaliknya mereka yang menolak membayar zakat akan mendapat laknat dan azab akibat kelalaian dan kekikirannya.

Ayat-ayat al-Qur’an Tentang Dasar Hukum Wajib Zakat
1. At-Taubah [9] ayat 103
          •        
Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu akan membersihkan dan mensucikan mereka dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui.

2. Al-Baqarah [2] ayat 110
   •           •     
Dan Dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. dan kebaikan apa saja yang kamu usahakan bagi dirimu, tentu kamu akan mendapat pahala nya pada sisi Allah. Sesungguhnya Alah Maha melihat apa-apa yang kamu kerjakan.

3. Al-Mu’minun [23] ayat 1-4
                  •  
Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, 2. (yaitu) orang-orang yang khusyu' dalam sembahyangnya, 3. Dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna, 4. Dan orang-orang yang menunaikan zakat,

4. Al-Baqarah [2]: ayat 267
                           •    
Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang kami keluarkan dari bumi untuk kamu. dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. dan Ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.

5. At-Taubah [9] ayat 60
                         
Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.

6. Fushshilat [41] ayat 6-7
                     •     
Katakanlah: "Bahwasanya Aku hanyalah seorang manusia seperti kamu, diwahyukan kepadaku bahwasanya Tuhan kamu adalah Tuhan yang Maha Esa, Maka tetaplah pada jalan yang lurus menuju kepadanya dan mohonlah ampun kepadanya. dan Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang mempersekutukan-Nya, (yaitu) orang-orang yang tidak menunaikan zakat dan mereka kafir akan adanya (kehidupan) akhirat.

7. At-Taubah [9] ayat 34-35
    •       ••                         •               
Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya sebahagian besar dari orang-orang alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan harta orang dengan jalan batil dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, Maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih, Pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka Jahannam, lalu dibakar dengannya dahi mereka, Lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka: "Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, Maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu."

8. Ali Imran [3] ayat 180
 •                                 
Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karuniaNya menyangka, bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak di lehernya di hari kiamat. dan kepunyaan Allah-lah segala warisan (yang ada) di langit dan di bumi. dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.

Sunnah nabi-sumber utama kedua dalam Islam-menguatkan al-Qur’an dengan cara mengupas semua sisi kewajiban Islam yang pokok ini, yaitu zakat, serta aturan dan caranya. Dengan demikian dapat dipahami bahwa sunnah memandang zakat bukan hanya sebagai bagian dari lima rukun Islam saja. Zakat juga merupakan bukti keimanan dan ungkapan rasa syukur, menghilangkan kemiskinan dan penguji derajat kecintaan kepada Allah SWT.
Iman, shalat dan zakat merupakan dasar bagi terciptanya suatu masyarakat yang beriman. Mereka yang melalaikan ketiga prinsip ini, pada dasarnya, tidaklah termasuk golongan kaum beriman, walaupun mereka mengaku beragama Islam.
Sejumlah hadits di bawah ini membuktikan uraian di atas.
Islam dibangun di atas lima landasan yaitu meng-Esakan Allah, mendirikan shalat, mengeluarkan zakat, puasa di bulan Ramadhan, menunaikan ibadah haji (ke Mekkah). (HR. Bukhari)
Seorang Badwi berkata, “Katakan padaku suatu perbuatan yang jika aku kerjakan dapat memasukkanku ke dalam surga”. Nabi SAW bersabda, “Sembahlah Allah, jangan ada satu pun selain Dia yang engkau sembah, lakukan shalat lima kali (sehari semalam) dengan sempurna, bayarlah kewajiban zakatmu, dan berpuasalah di bulan Ramadhan.” Orang Badwi itu berkata, “Demi Zat yang diriku dalam kekuasaan-Nya, aku tak akan melakukan lebih dari yang diucapkan tadi.” Ketika orang itu pergi Nabi SAW bersabda, “Siapa saja yang ingin melihat penghuni surga, maka lihat orang itu. (HR. Imam Bukhari)
“Allah telah mewajibkan kepada kaum Muslim yang kaya agar mengeluarkan sebagian kekayaan mereka untuk memenuhi kebutuhan orang-orang miskin di antara mereka”. (HR. at-Thabaraniy)
“Siapa saja yang Allah anugerahi kekayaan tetapi tidak membayar zakat kekayaannya, maka pada hari kiamat, kekayaannya itu akan menjadi ular jantan dengan titik-titik hitam di atas matanya. Pada hari kiamat ular itu akan melilit lehernya dan menggigit pipinya seraya berkata, “Akulah hartamu, akulah kekayaanmu”. (HR. Bukhari dan Muslim)
Zakat sebagaimana bentuk-bentuk ibadah lainnya, benar-benar efektif untuk meningkatkan cinta kepada Allah dan memperoleh pengampunan mulia. Sebaliknya, zakat amatlah konstruktif dan produktif dalam mewujudkan masyarakat Muslim yang seutuhnya dengan melihat fakta bahwa zakat merupakan salah satu alasan mengapa orang-orang shaleh diberi kekuasaan di muka bumi.
Zakat bukanlah pajak pemerintahan. Tetapi tujuan utamanya adalah untuk memperlihatkan ketundukan para pembayar zakat pada aturan-aturan Allah. Zakat merupakan intisari ajaran agama dan juga pengajaran.
Hal ini berarti bahwa zakat adalah ibadah yang bertujuan membuktikan dan menguji iman seseorang di satu sisi, dan di sisi lain membebaskannya dari kekayaan yang bersifat kufur dan meningkatkan rasa sayang kepada kaum miskin. Zakat adalah perhatian khusus Allah SWT kepada masyarakat Islam dengan cara ini kekayaan yang digunakan karena Allah menjadi sah secara hukum untuk digunakan oleh kaum miskin dan dikeluarkan oleh kaum kaya.
Bahwa iman tidak berarti sedikitpun jika tidak diikuti pengamalan shalat dan menunaikan atau membayar zakat. Petuah Aceh mengatakan:
Tatanda ureung kuat iman
Dalam harta gobnyan na geuboeh zakeut
Tatanda ureung leumoh iman
Lam harta gobnyan geu peujeut-peujeut
(Petuah Tengku Lamduroe)

Sistem Pendistribusian Zakat Menurut al-Qur’an dan Sunnah
1. Cara Nabi Muhammad SAW menerima zakat dari para Muzakki (pembayar zakat)
Nabi selalu mendoakan setiap orang yang membayar zakat dengan mengucapkan:
اللهم صَلِّ علَى آل فُلاَن
Artinya: “Ya Allah rahmatilah keluarga fulan”
Ketika Ibnu Abi Aufa datang kepada Nabi SAW dan menyerahkan zakat, Nabi menerimanya dengan mengucapkan:
اللهم صل على آل آبى اَوْفى
“Ya Allah rahmatilah (berkatilah) keluarga Abi Aufa.
Demikianlah seterusnya, model dan cara ini diikuti oleh sahabat, Tabi’-Tabi’in, para ulama sampai saat ini.
Perintah Allah di dalam al-Qur’an dipraktekkan dalam pengamalannya oleh Rasulullah SAW. Ketika Rasulullah SAW wafat, sistem dan cara seperti ini diikuti oleh Khalifah Abu Bakar Shiddiq, Khalifah Umar bin Khattab, Khalifah Usman bin Affan dan Khalifah Ali bin Abi Thalib, dan lain-lain.
2. Cara Nabi Mendistribusikan atau Membagikan Zakat
Merujuk kepada firman Allah SWT surat at-Taubah ayat 60.
Ashnaf zakat dalam al-Qur’an ada delapan Mustahik (atau orang yang mendapat jatah zakat). Dan semua Ashnaf ini ada pada masa Rasulullah SAW, yaitu fakir, miskin, amil, muallaf, budak, gharimin, fisabilillah dan ibnu sabil.
a. Fakir adalah orang yang tidak mempunyai harta dan tenaga untuk mencukupi kebutuhan hidupnya.
b. Miskin adalah orang yang selalu tak nyaman, tidak mencukupi kebutuhan hidupnya meskipun dia telah berusaha dan bekerja. Hal ini berdasarkan firman Allah pada surat al-Kahfi [18] ayat 79:
•      
Adapun bahtera itu adalah kepunyaan orang-orang miskin yang bekerja di laut.

c. Amilin adalah orang-orang yang diberikan kepercayaan dan amanat oleh pimpinan sebuah lembaga atau masyarakat yang bertugas untuk mengumpulkan, mengelola dan membagikan zakat kepada yang berhak menerimanya. Syarat bagi amil terpercaya, amanah, jujur dan mengerti tentang hukum zakat.
d. Muallaf adalah kafir yang telah memeluk agama Islam, tetapi masih sangat lemah keyakinannya terhadap Islam. Contoh muallaf pada masa Nabi Muhammad SAW adalah Abi Sufyan bin Harab, Aqra’ bin Habas dan Abbas bin Mirdas.
e. Gharimin adalah orang-orang yang terlilit hutang dan tak sanggup membayarnya, jika ia muslim yang taat, kemudian meninggal dunia dengan meninggalkan hutang. Maka uang zakat boleh diberikan untuk melunasi hutangnya.
f. Fisabilillah adalah orang yang berjihad untuk mencari keridhaan Allah atau orang pergi mencari ilmu.
g. Ibnu Sabil adalah orang yang bepergian kemudian tidak cukup bekal untuk pulang ke negerinya, bepergian tidak untuk maksiat kepada Allah.
Untuk semua Ashnaf ini, Rasulullah SAW memerintahkan untuk membagi sama rata dengan tidak membeda-bedakan antara fakir miskin dari kaum Muhajirin dan Anshar serta adil terhadap Ashnaf lainnya. Wallahu a’lam bish shawab.
CURRICULUM VITAE

1. Identitas
Nama : Drs. H.A. Mufakhir Muhammad, MA
Tempat/Tgl. Lahir : Glumpang Bungkok, Sigli NAD, 2 Maret 1963
Pekerjaan : Dosen Tetap Fakultas Tarbiyah IAIN Ar-Raniry
Banda Aceh NAD
Alamat : Jl. Pemuda No. 12 Tungkob Darussalam
Kabupaten Aceh Besar NAD, HP. 0813 1570 1894
2. Keluarga
Ayah : Tengku H. Muhammad Arief
Ibu : Hj. Cek Rahmah binti Hasan
Isteri : Dra. Suwaidah M. Amin
Anak : Ummu Laiyinah, Khalilah Mumtahanah, Nikmal ‘Abdu
dan Shulhatul Laiya
3. Riwayat Pendidikan
A. Formal
1. Madrasah Ibtidaiyah Negeri Cot Glumpang, Pidie NAD, tamat 1975.
2. Madrasah Tsanawiyah Agama Islam Negeri Kembang Tanjung, Pidie, tamat 1978.
3. Madrasah Aliyah Negeri Sigli I tamat tahun 1981.
4. Sarjana Muda Bahasa Arab Fakultas Tarbiyah IAIN Ar-Raniry NAD, tamat 1985.
5. Sarjana Bahasa Arab Fakultas Tarbiyah IAIN Ar-Raniry NAD, tahun 1987.
6. Pascasarjana Institut Ilmu al-Qur'an, Jakarta, tamat 2002.
7. Sekolah Pascasarjana Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2004-Sekarang.

B. Non Formal
1. Pesantren Salafiyah Puuk Kembang Tanjung Sigli, NAD 1976-1978.
2. Kursus Bahasa Inggris Kelas Conversation, Banda Aceh 1989-1990.
3. Daurat at-Tarbawiyah al-Mukashshafah LIPIA, Jakarta, 1992.
4. Kursus Bahasa Turki Pusat Studi Turki UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta (Program 4 bulan) 2007.

4. Riwayat Pekerjaan
1. Dosen Tetap Fakultas Tarbiyah IAIN Ar-Raniry Banda Aceh, 1991-Sekarang.
2. Dosen Pendidikan Agama ASM Komputer Banda Aceh, 1992-1995.
3. Dosen Pendidikan Agama AKPER Depkes NAD, 1995-1998
4. Ketua Sekolah Tinggi Agama Islam, PTIQ NAD, 2001-2004.
5. Dosen Bahasa Aceh Sekolah Bahasa POLRI Jakarta, 2005.
6. Penceramah tetap kuliah Shubuh Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh NAD, 2002-2004.
7. Dosen Pengajian Tafsir al-Qur’an, Mushalla Perwira Pertamina Pusat, Masjid Baiturrahmah Legoso Ciputat, Meunasah Fatahillah Ciputat dan Masjid Al-Muhajirun Komplek Telkom Legoso Ciputat.

5. Pelatihan
1. Pelatihan Kader Dakwah ISKADA NAD 1981-1986.
2. Latihan Kepemimpinan Mahasiswa Tingkat Dasar Fakultas Tarbiyah IAIN Ar-Raniry Banda Aceh 1985.
3. Latihan Kepemimpinan Mahasiswa Tingkat Menengah IAIN Ar-Raniry Banda Aceh 1986.
4. Pelatihan Da’i Muda Tingkat Nasional di Jakarta 1991.
5. Pelatihan Kepemimpinan al-Jami’atul Washliyah Tingkat Nasional di Jakarta 1995.
6. Pelatihan Instruktur Majelis Ta’lim Tingkat Nasional di Jakarta 1995.

6. Pengalaman Organisasi
1. Ketua Umum Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS MAN Sigli I NAD) tahun 1981-1982.
2. Ketua Ikatan Mahasiswa Bahasa Arab Fakultas Tarbiyah IAIN Ar-Raniry Banda Aceh 1985-1986.
3. Wakil Ketua Badan Pelaksana Kegiatan Mahasiswa IAIN Ar-Raniry Banda Aceh 1986-1988.
4. Ketua Umum Ikatan Siswa Kader Dakwah NAD 1986-1990.
5. Ketua I GPA Al-Washliyah NAD 1990-1993.
6. Direktur Wilayah LPP DPI BKPRMI NAD 1992-1994.
7. Ketua Presidium Forum Komunikasi Lembaga Dakwah NAD 1995-1996.
8. Dewan Pembina ISKADA NAD 2000-Sekarang.
9. Pengurus Badan Amil Zakat Pimpinan Pusat Taman Iskandar Muda, Jakarta 2009-2012.
10. Dewan Pembina Ikatan Mahasiswa dan Pemuda Aceh Cabang Ciputat 2011-2012.

7. Karya Ilmiah
1. Metode Taklif Zakat Menurut al-Qur'an (Pusat Penelitian Institut Agama Negeri IAIN Ar-Raniry, 1998).
2. Fungsi Bahasa Arab dalam Dakwah Islamiyyah, (Jurnal Didaktika Fakultas Tarbiyah IAIN Ar-Raniry, 2000).
3. Buku Tafsir Pase, Kajian Surat Al-Fatihah dan Surat-surat dalam Juz ‘Amma (Diterbitkan oleh Bale Kajian Tafsir al-Qur'an Pase Jakarta, 2001).
4. Metode Memahami Bahasa Arab Lighairil Arab (Jurnal Didaktika Fakultas Tarbiyah Ar-Raniry, 2002).
5. Al-Qalbu di dalam al-Qur'an (IPHI NAD, 2004).
6. Membina Generasi Rabi Radhiyya (Jurnal Gema Baiturrahman Banda Aceh, 2005).
7. Al-Shabru dalam Perspektif Hadits (Jurnal Al-Mu’ashirah Fakultas Ushuluddin IAIN Ar-Raniry, 2006).
8. Perkawinan Budak Menurut al-Qur'an (Jurnal Al-Mu’ashirah Fakultas Ushuluddin IAIN Ar-Raniry, 2007).
9. Mempertanyakan Penerapan Syari’at Islam di NAD (IMAPA Jakarta, 2007).
10. Buku “Pencerahan Intelektual (Referensi Untuk Khatib dan Penceramah di NAD)”, (2007).
11. Buku Pergulatan Panjang Budaya Damai dalam Masyarakat Multi Kultural.

ZAKAT PRODUKTIF: WAWASAN

WAWASAN EKONOMI ISLAM:
PEMBERDAYAAN ZAKAT PRODUKTIF
UNTUK PENINGKATAN EKONOMI UMMAT
Dr. Zaki Fuad Chalil, M.Ag
(Penulis adalah dosen Ekonomi Islam Fakultas Syariah
IAIN Ar-Raniry, Darussalam, Banda Aceh)

Pengantar

Sangat Ironis memang bila Rakyat Indonesia MISKIN dan merupakan sebuah Tragedi Akbar Kemanusiaan Sepanjang masa jika Rakyat Indonesia Kelaparan...

Selama ini terkesan pada sebagian umat Islam bahwa persoalan Ekonomi adalah sesuatu hal yang diluar kajian Islam. Padahal dalam kenyataannya manusia tidak dapat sedikit pun melepaskan diri dari aktifitas ekonomi. Tiada hari yang dilalui manusia tanpa berurusan dengan persoalan ekonomi. Dalam konteks ekonomi, tujuan akhir yang ingin dicapai manusia adalah terpenuhinya semua kebutuhan hidup (basic needs)-nya dan sekaligus meraih kesejahteraan dan kebahagiaan. Hidup yang sejahtera dan bahagia di dunia dan akhirat mustahil tercapai bila tanpa ketercukupan secara finansial dan pengamalan ajaran agama Islam secara benar dan sempurna.
Sementara itu, Fitrah manusia cenderung kepada kesenangan duniawi dan kepemilikan harta benda yang banyak. Karenanya, persoalan ekonomi senantiasa menarik dan aktual dikaji sepanjang masa karena terkait dengan upaya bagaimana caranya manusia memperoleh harta kekayaan dan memanfaatkannya sebagai perhiasan kehidupan sehari-hari. Secara fitrah manusia mustahil dapat mengingkari naluri kemanusiaannya mencintai harta benda yang banyak, terpenuhi kebutuhan pangan, sandang dan papan serta aneka kebutuhan hidup lainnya.
Bahkan secara makro masalah ekonomi dapat memicu ketidakstabilan kehidupan suatu bangsa dan masyarakat. Lebih dari itu, sebagian dari negara-negara Islam di dunia termasuk dalam negara-negara miskin. Lalu kita mempertanyakan bagaimana hal ini bisa terjadi padahal al-Quran menyatakan bahwa kita umat Islam sebagai “kuntum khaira ummah“. Dimanakah pembuktian kebenaran statemen al-Quran ini dalam realita kehidupan empiris?

Dalil-dalil al-Quran tentang EKONOMI
TERMINOLOGI Ekonomi berasal dari bahasa Latin dari kata “ecos” dan “nomos”. Dalam bahasa Arab, kata EKONOMI diterjemahkan dengan Iqtishad. Kata Iqtishad terambil dari kata qashada ( قصد ). Qashada berakar dari struktur huruf-huruf “Qaf Shad dan Dal” ق ص د )) yang mempunyai makna: mendatangi sesuatu, penyimpanan dan penghematan (sederhana). Hal ini sesuai dengan hadis rasulullah saw. yang diriwayatkan oleh Iman Ahmad “Tidak akan miskin orang yang bersikap pertengahan (hemat) dalam pengeluaran/pembelanjaan”.
Al-Muqtashid (al-Iqtishad) dapat dibagi kepada dua bahagian. Pertama, yang terpuji. Misalnya sifat pemurah itu ialah antara kikir dan boros, yang dalam al-Quran disebutkan ialah orang-orang yang apabila membelanjakan (harta) mereka, tidak berlebih-lebihan dan tidak (pula) kikir, tetapi adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian. Kedua, gelaran antara orang terpuji dan orang tercela, antara lain yang adil dan zalim, dan antara yang dekat dan yang jauh, misalnya sederhanakanlah di waktu kamu berjalan.

Kata qashada ( قصد ) secara literal berarti keseimbangan, sama-sama seimbang, atau pertengahan. Kata قصد disebutkan enam kali didalam al-Quran. Sedang Ilmu Ekonomi diterjemahkan ke dalam bahasa Arab dengan ilm al-Iqtishad ( علم الاقتصد ).
Kata iqtishad dan tasrifnya (bentuk perubahannya) dalam bahasa Arab dengan arti yang hampir sama disebutkan enam kali di dalam al-Quran. Kata qashdu al-sabil ) قَصْدُ السَّبِيلِ ( dalam surah al-Nahlu 9 diartikan jalan yang lurus. Kata muqtashidun ( مُقْتَصِد) dalam surat Luqman ayat 32 juga diartikan jalan yang lurus. Sedang dalam surat al Fatir ayat 32 kata muqtashidun, ( مُقْتَصِد) diartikan pertengahan. Demikian pula dalam surat al Maidah ayat 66 kata muqtasihidatun ) ( مُقْتَصِدَة diartikan umat atau golongan pertengahan. Sedang dalam surat Luqman ayat 19, kata wa al-qashid, ( وَاقْصِدْ ) berarti sederhana. Artinya kita diperintahkan untuk berperilaku sederhana. Sementara di dalam ayat 42 surat al-Taubah, kata qaashidan, (قَاصِدًا ) diartikan keinginan atau kebutuhan yang digambarkan perjalanan yang tidak jauh (sederhana).
Dari pengertian ayat-ayat di atas, dapat disimpulkan bahwa penggunaan kata iqtishad mempunyai beberapa pengertian.
Pertama, Ekonomi hendaknya ditegakkan di atas jalan tengah dengan memperhatikan keadilan dan tidak berlebihan dalam penggunaan harta kekayaan yang diperoleh/dimiliki.
Kedua, ciri khas Ekonomi Islam adalah lurus. Artinya dalam upaya mencari keuntungan/kekayaan sehari-hari tidak merugikan atau menindas orang lain, mengutamakan keadilan dan keseimbangan, baik keseimbangan antarindividu dan masyarakat maupun antargolongan-golongan dalam masyarakat yang tingkatan ekonominya berbeda-beda (ada yang kaya, miskin, sehat atau cacat).

Agama Islam menempatkan aktivitas ekonomi pada posisi strategis dalam kehidupan manusia agar mereka dapat meraih kesuksesan hidup di dunia dan akhirat kelak. Oleh karena itu, di dalam ajaran Islam ditemukan prinsip-prinsip dasar yang berkenaan dengan persoalan ekonomi. Dalam konteks ini, Islam memandang bahwa persoalan ekonomi sangatlah penting artinya bagi seorang muslim karena merupakan salah satu faktor yang dapat mengantarkan kepada kesejahteraan umat manusia. Dalam kaitan ini Ismail R al-Faruqi menyatakan bahwa kegiatan-kegiatan ekonomi adalah pernyataan dari semangat ajaran Islam, karena ketercukupan ekonomi masyarakat dan kemakmurannya adalah cita-cita yang ingin dicapai oleh umat Islam.
Ajaran Islam tidak melarang manusia memenuhi berbagai kebutuhan hidupnya agar dalam kehidupan di dunia ini manusia dapat menikmatinya dengan sejahtera dan makmur. Kesejahteraan dan kemakmuran hidup manusia mendapat legitimasi dalam Islam asal tidak melanggar peraturan-peraturan yang digariskan agama, seperti berlaku dhalim, curang, saling memakan harta orang lain secara tidak sah ketika melakukan aktivitas transaksi ekonomi.
Secara fitrah manusia membutuhkan harta untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, baik kebutuhan dharuriyah, hajiah maupun tahsiniyah. Untuk itu manusia berusaha mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya agar terpenuhi segala kebutuhan hidupnya. Kebutuhan hidup manusia terus bertambah dan komplit seiring dengan terus meningkatnya populasi penduduk, teknologi dan perkembangan tingkat peradaban manusia. Untuk memenuhi segala kebutuhan hidup manusia berupaya mencurahkan segenap kemampuan dan pemikiran mencari solusi agar terpenuhi keinginannya, salah satu diantaranya melalui aktivitas ekonomi.


Empat Model Prioritas Pendayagunaan Zakat
Salah satu fungsi zakat adalah fungsi sosial sebagai sarana saling berhubungan sesama manusia terutama antara orang kaya dan orang miskin, karena dana zakat dapat dimanfaatkan secara kreatif untuk mengatasi kemiskinan yang merupakan masalah sosial sangat akut yang harus dicarikan jalan keluar pemecahannya agar umat Islam dapat hidup layak dan terhormat sebagai manusia yang bermartabat di tengah kehidupan sosial kemanusiaan. Dari praktik pengelolaan zakat selama ini Pemerintah telah merinci empat model pemberdayaan zakat di tanah air, yaitu :

1. Konsumtif Tradisonal
Zakat dibagikan kepada mustahik secara langsung untuk kebutuhan konsumsi sehari-hari, seperti pembagian zakat fitrah berupa beras dan uang kepada fakir miskin setiap idul fithri atau pembagian zakat maal secara langsung oleh para muzakki kepada mustahik yang sangat membutuhkan karena ketiadaan pangan atau karena mengalami musibah. Pola ini merupakan program jangka pendek dalam mengatasi permasalahan ummat.

2. Konsumtif Kreatif
Zakat yang diwujudkan dalam bentuk barang konsumtif dan digunakan untuk membantu orang miskin dalam mengatasi permasalahan sosial dan ekonomi yang dihadapinya. Bantuan tersebut antara lain berupa alat-alat sekolah dan beasiswa untuk para pelajar, bantuan sarana ibadah seperti sarung dan mukena, bantuan alat-alat pertanian seperti cangkul, gerobak jualan untuk pedagang kecil dsb.

3. Produktif Konvensional
Zakat diberikan dalam bentuk barang-barang produktif, di mana dengan menggunakan barang-barang tersebut, para mustahik dapat menciptakan suatu usaha, seperti pemberian bantuan ternak (penggemukan sapi di Aceh Besar), sapi perahan, alat pertukangan, mesin jahit bordir dan sebagainya.

4. Produktif kreatif
Zakat yang diwujudkan dalam bentuk pemberian modal bergulir baik untuk permodalan proyek sosial seperti membangun sekolah, sarana kesehatan atau tempat ibadah maupun sebagai modal usaha untuk membantu atau bagi pengembangan usaha para pedagang atau pengusaha kecil.

Peran dan partisipasi umat Islam yang kaya (para aghniya) akan sangat menentukan dalam mengatasi masalah kemiskinan umat, yang antara lain melalui pendayagunaan dana zakat secara profesional dan proporsional dalam rangka pemberdayaan Ekonomi umat.
Menurut Robert Chambers, pakar Pembangunan Pedesaan dari Inggeris, 25 tahun yang lalu telah menyimpulkan bahwa inti dari masalah kemiskinan adalah adanya depriviation trap atau jebakan kemiskinan. Jebakan ini terdiri atas lima ketidakberuntungan yang melilit orang miskin, yaitu: 1). Kemiskinan itu sendiri, 2). kelemahan fisik, 3). Keterasingan, 4). Kerentanan, dan 5). Ketidakberdayaan. Kelima ketidakberuntungan ini saling terkait sehingga menyebabkan jebakan yang berkepanjangan. Kerentanan dan ketidakberdayaan merupakan dua hal yang harus diperhatikan. Kerentanan adalah ketidakmampuan dari keluarga miskin untuk menyediakan sesuatu untuk menghadapi situasi darurat seperti datangnya bencana alam dan wabah penyakit yang tiba-tiba menimpa keluarga tersebut. Kerentanan ini sering menjadi roda penggerak kemiskinan karena menyebabkan keluarga miskin harus menjual hartanya yang tersisa sehingga keluarga itu menjadi semakin miskin. Ketidakberdayaan membuat keluarga miskin menjadi semakin miskin, karena lemahnya posisi tawar keluarga miskin jika dihadapkan pada peraturan, kebijakan pemerintah atau kapitalis yang tidak bertanggung jawab. (Emmi Hamidiyah ,2006,123).

Zakat Produktif untuk Kemaslahatan Umat
Memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa merupakan AMANAH KONSTITUSI UUD 1945 yang harus diwujudkan oleh Negara dan Pemerintah Indonesia. Namun hingga saat ini sudah memasuki 66 tahun (1945-2012) Indonesia merdeka, keadilan sosial sebagai sila kelima Pancasila entah kapan terwujud dalam kenyataan. Sementara itu, beban sosial bangsa ini akan terus ditanggung oleh mayoritas penduduknya yang MUSLIM.
Problema sosial ini tidak hanya dapat diatasi oleh pemerintah an sich, namun diperlukan keikutsertaan seluruh komponen masyarakat untuk menggali setiap potensi yang dimiliki bangsa. Dalam hal ini umat Islam memiliki potensi zakat, infak, shadaqah dan wakaf yang merupakan ajaran Islam dalam rangka pemberdayaan ummat.
Zakat yang merupakan salah satu rukun Islam memiliki makna strategis dalam kehidupan sosial ummat. Pada saat umat Islam menunaikan zakat sebagai implementasi kewajiban agama juga merupakan perwujudan solidaritas sosial terhadap sesama. Potensi zakat yang cukup besar perlu digali secara optimal agar dapat digunakan untuk ikut menggerakkan perekonomian ummat disamping potensi lain agar tingkat kesejahteraan ummat terangkat. Selama ini terkesan rendahnya pemahaman ummat terhadap permasalahan Zakat Produktif menjadi salah satu penyebab melambannya proses pemberdayaan Ekonomi ummat. Dari sekian banyak penyebab, satu hal yang menonjol adalah KEKURANGAN atau KETIADAAN modal usaha.
Kata produktif berasal dari bahasa Inggeris “productive” yang berarti banyak menghasilkan, memberikan hasil, banyak menghasilkan barang-barang berharga yang mempunyai hasil baik. Sementara productivity berarti daya produksi. Berdasarkan analisis etimologis ini dapat dipahami bahwa yang dimaksudkan dengan Zakat Produktif adalah zakat yang disalurkan kepada mustahiq penerima zakat sehingga ia dapat memenuhi kehidupannya pada masa yang akan datang atau terus menerus dan pada saatnya nanti diharapkan akan dapat terangkat perekonomiannya menjadi muzakki. Lawan zakat produktif adalah zakat yang disalurkan dalam bentuk konsumtif.
Dalam hal ini Tgk. M.Hasbi Ash Shiddieqi dalam bukunya Fikh Zakat, menegaskan bahwa zakat merupakan manifestasi dari kegotongroyongan bagi harta antara hartawan dengan fakir miskin. Pengeluaran zakat merupakan perlindungan bagi masyarakat dari bencana kemasyarakatan, yaitu kemiskinan, kelemahan baik fisik maupun mental. Untuk itu ketika persoalan zakat dibicarakan tidak boleh terfokus hanya pada hukum saja yang sudah sangat jelas, melainkan bagaimana diupayakan agar dengan pengeluaran kewajiban zakat dapat mengangkat perekonomian masyarakat lemah. Jadi inti dari ajaran zakat adalah saling tolong menolong sesama manusia, bukannya saling memangsa antara sikuat dengan yang lemah seperti dalam praktik ekonomi kapitalis yang berlaku sekarang.
Pemahaman zakat produktif terus berkembang seiring dengan perkembangan pemahaman tentang zakat. Diantaranya mendayagunakan harta zakat untuk mendirikan berbagai proyek yang mendatangkan profit yang hasil akhirnya nanti akan dikembalikan kepada mustahik zakat. Prof. Dr. Yusuf Qaradhawi dalam Kitab Fenomenalnya Fikh Zakat, menyatakan bahwa zakat diperbolehkan juga untuk membangun pabrik-pabrik atau perusahaan-perusahaan dari uang zakat untuk kemudian dikembalikan kepemilikan dan keuntungannya diperuntukkan bagi kepentingan fakir miskin, sehingga akan terpenuhi kebutuhan-kebutuhan hidup mereka sepanjang masa, (Qaradhawi, Fikh Zakat:532).
Hal senada juga telah dibahas oleh lembaga Pengkanian Fikih Islam dan sudah mengambil Keputusan final, sebagaimana dikutip oleh Abdullah al-Mushlih dan Shalah ash-Shawi dalam karyanya Fiqih Ekonomi Keuangan Islam (2004:482-483) sebagai berikut:
Sesungguhnya Lembaga Pengkajian Fiqh Islam dalam muktamar ketiganya di Amman, Yordania tanggal 8-13 Shafar 1407 H/11-16 Oktober 1986 M. Setelah mempelajari kembali berbagai pembahasan tentang persoalan memfungsikan harta zakat untuk berbagai proyek yang hasilnya diberikan kepada orang yang berhak menerima zakat dan para pakar bidangnya, akhirnya lembaga ini memutuskan:
Secara prinsipiil boleh saja menggunakan uang zakat untuk kepentingan berbagai proyek pengembangan modal yang ada pada akhirnya menjadi milik orang yang berhak menerima zakat. Atau proyek yang dikelola oleh pihak yang berwenang mengumpulkan dan membagi-bagikan zakat yang tentunya setelah terlebih dahulu disalurkan sebagiannya kepada para penerima zakat yang memang betul-betul membutuhkannya dalam waktu cepat, serta dengan syarat adanya jaminan untuk tidak terjadinya kerugian-kerugian.
Sementara itu dalam seminar ketiga yang membahas berbagai Problematika zakat kontemporer yang diadakan di Kuwait 1413 H 1992 M. Persoalan ini kembali didiskusikan dan pada akhirnya melahirkan Keputusan-keputusan sebagai berikut: dibolehkannya Pengembangan Dana Zakat dengan beberapa kode etik sebagai berikut:
1. Tidak adanya alokasi-alokasi pembagian zakat instan sehingga seluruh harta zakat dapat habis dibagi-bagikan secara langsung;
2. Pengelolaan dan itu dilakukan seperti juga modal lain dengan cara yang disyariatkan;
3. Hendaknya didasari oleh hubungan yang mempatenken modal yang dikembangkan tersebut sebagai harta zakat, demikian juga dengan
keuntungan yang didapatkan;
4. Sesegera mungkin menguangkan berbagai dana yang telah dikembangkan bila didapatkan mereka yang berhak menerima zakat untuk dibagikan kepada mereka.
5. Dilakukan dengan sekuat tenaga untuk merealisasikan tujuan pengembangan modal dari harta zakat itu agar produktif dan aman serta dapat memenuhi tujuan pengembangan modal tersebut.
6. Harus ada SK pengembangan modal zakat dari mereka yang direkomendasikan oleh negara atau pihak yang berwenang untuk mengumpulkan dan mebagi-bagikan zakat agar tetap menjaga prinsip perwakilan yang disyariatkan. Untuk meprakarsai proyek tersebut juga harus dipilih orang-orang yang berkompetensi, berpengalaman dan dapat dipercaya (amanah).

Enam Langkah Pemberdayaan Ekonomi Bagi Mustahiq Zakat
Agar program Pemberdayaan zakat Produktif dapat direalisasikan secara terarah dan tepat sasaran, maka penyusunan program pemberdayaan masyarakat harus didasarkan pada kondisi objektif sasaran. Pekerjaan ini sangat penting dilakukan agar kita dapat menyusun program tentang apa saja yang dibutuhkan oleh masyarakat (mustahik zakat).
1. Pemetaan Masalah berupa analisis sosial, ekonomis, teknis dan kelembagaan sebagai langkah awal untuk identifikasi permasalahan. Dengan cara ini akan terhimpun data awal tentang apa yang dibutuhkan dan keinginan petani (masyarakat).
2. Melakukan analisis pihak terkait (stakeholders) langkah ini bertujuan untuk menjajaki kepentingan, pengaruh dan tingkat partisipasi pihak terkait yang dapat dipengaruhi dan berpengaruh pada pelaksanaan program pemberdayaan.
3. Membuat rancangan dan desain yang logis dan sesuai dengan kebutuhan kelompok sasaran serta wilayah sasaran.
4. Adanya pembagian tugas dan tanggung jawab. Dari hasil pemetaan awal ini akan diketahui bahwa salah satu keinginan petani adalah agar usaha tani mereka bisa meningkatkan perekonomian keluarga. Salah satu penyebab lemahnya perekonomian petani adalah karena dimarginalkan secara struktural. Sejak zaman Belanda sampai sekarang pengetahuan petani diisolasi hanya pada tahapan MENANAM bukan menjual. Artinya, pemerintah hanya mengajarkan petani bagaimana cara bercocok tanam dengan baik lalu diberikanlah aneka ragam pelatihan. Sementara pengetahuan untuk mendistribusikan/menjual secara langsung kepada konsumen tidak pernah diajarkan sehingga dengan mata rantai distribusi yang cukup panjang BERDAMPAK pada turunnya harga jual hasil panen dan menjadi tidak kompetitif bagi petani. Kalau begini caranya sampai kiamat dunia petani tidak akan berkembang dan menikmati hasil usahanya dan jadi kaya.
5. Implementasi Program Pemberdayaan. Berikan pelatihan Menjual (marketing) dan seluk beluknya berdasarkan data lapangan yang terhimpun. Dan berikan pula pelatihan bagi pendamping.
6. Perlu membangun mentalitas dan pendampingan (inkubasi) dalam bentuk Monitoring dan evaluasi (Monev) secara reguler. Hal ini karena Monitoring dilakukan untuk memantau perkembangan kegiatan program, permasalahan dan hambatan yang terjadi di lapangan, tingkat pencapaian hasil yang ditargetkan, memotivasi orang-orang yang terlibat di dalamnya terus-menerus agar dinamika kerja senantiasa terjaga dan produktif. Mendokumentasikan informasi dan bahan untuk auditing agar terjaga akuntabilitasnya dan semakin terjaga pula transparansinya. Dengan begini MUZAKKI pun dapat melihat hasil kerja maksimal jajaran manajemen UPZ di masing-masing cabang dan Ranting TIM, AMANAH pun semakin tumbuh kepada setiap UPZ

Dalam hubungan dengan persyaratan mendapatkan pembiayaan, Baitul Mal Aceh menetapkan beberapa persyaratan bagi calon peserta yang akan mendapatkan pembiayaan, yaitu pertama, beriman dan takwa yang kuat (ditandai adanya shalat dan amanah). Kedua, mempunyai tempat untuk melakukan usaha (milik sendiri dan boleh digunakan dalam bentuk , pinjaman, sewa dsb). Ketiga, pernah melakukan usaha atau mempunyai pengalaman berusaha. Keempat, termasuk dalam kategori masyarakat miskin (ada harta dan dapat berusaha tetapi tidak cukup untuk membiayai kehidupan dirinya dan keluarganya). Kelima, mempunyai kesadaran yang tinggi serta bertanggung jawab untuk berusaha. Keenam, bersedia mengikuti syarat-syarat yang ditetapkan oleh Baitul Mal serta senantiasa bersedia untuk bekerjasama dalam kumpulan (berkelompok). (Amrullah, 2007).
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Shafwan Bandadeh berjudul “Peranan Baitul Mal dalam Penggunaan Dana Zakat terhadap Pembangunan Industri Kecil: Kajian di Aceh”,yang berlokasi di Banda Aceh dan Aceh Besar. Peneliti menyimpulkan bahwa zakat produktif memberikan manfaat yang sangat besar kepada mustahiq bila dikelola dengan profesional dan penuh tanggung jawab, meskipun masih ditemukan beberapa kendala yang dapat dieliminir kegagaglannya.
Harta zakat yang diproduktifkan diambil dari asnaf miskin yang sebagian diberikan untuk biaya pemenuhan kebutuhan harian mustahik. Dari 102 responden yang ditanya terhadap adanya perkembangan ekonomi pada perusahaan kecil dan adanya pengaruh peningkatan pendapatan keluarga. Sebagian besarnya (82,4 %) atau 84 orang mempunyai kemajuan dan berjalan dengan baik, sementara selebihnya 17.6 % atau 18 orang menyatakan tiada perubahan atau biasa-biasa saja (Shafwan, 2011).

N0 U r a i a n Mustahiq (responden) n=102
1 Menjadi terbantu dalam memenuhi kebutuhan hidup keluarga sehari-hari 46 (45.1 %)
2 Pendidikan sekolah anak-anak menjadi lebih terjamin 30 (29.4 %)
3 Kesehatan keluarga menjadi terjamin 11 (10.8 %)
4 Rumah sesuai layak huni 7 (6.9 % )
5 Memiliki Tabungan hari tua/ saving di masa kesukaran 8 (7.8 %)
Jumlah 102 (100 %)


Kesimpulan dan Harapan
Demikian uraian ringkas paper ini semoga Allah memberikan kekuatan intelektual dan keimanan agar kita dapat merumuskan suatu praktik ekonomi Islam melalui Pemberdayaan Zakat Produktif secara konprehensif dan aplikatif dengan terus menerus berijtihad agar ia dapat down to earth sebagai bukti keimanan kita kepada Islam yang sempurna, (conprehensive way of life). Dibutuhkan sosialisasi terus menerus oleh semua pihak yang ahli agar mempercepat proses pembelajaran kepada ummat yang merupakan salah satu cara efektif memberikan pemahaman kepada umat Islam agar secara bertahap masyarakat dapat menerima dan mempraktikkan dalam kehidupan nyata sehingga keadilan dan kesenjangan ekonomi yang menyebabkan terjadi jurang ketidakadilan yang selama ini diderita dapat terpecahkan. Dengan cara seperti ini tanpa terasa sosialisasi ekonomi Islam secara khusus dan pemberdayaan ekonomi ummat melalui pendayagunaan zakat produktif dalam realita menjadi low cost and more efficient. Yakinlah bahwa Zakat dapat digunakan sebagai instrumen penting dalam pembangunan ekonomi umat Islam. Satu hal penting lain adalah membenahi setiap UPZ yang ada agar dapat menerapkan prinsip-prinsip manajemen Modern dalam pengelolaan zakat agar tercipta akuntabilitas publik dan transparansi kepada lembaga ini meningkat dan mendapatkan kepercayaan dari muzakki secara terus menerus.

***






CURRICULUM VITAE

Nama : Dr. Zaki Fuad Chalil, M.Ag
Tempat dan Tanggal Lahir : Mns.Dayah, Peusangan, Kabupaten Bireuen,14 Maret 1964
Status Perkawinan : Kawin
Nama Isteri : Dra.Dian Susianti, M.Si
Anak-anak : 1. Ilya Nafra
2. Failasufa Azka
Agama : Islam
Jabatan Fungsional Akademik: Lektor
Perguruan Tinggi : Fakultas Syariah IAIN Ar-Raniry Banda Aceh
Alamat Kantor : Jl. Ar-Raniry No. 1 Darussalam Banda Aceh 23111
Telp.Fax : 0651 7553021
Alamat Rumah : Jl. Kebun Raja I/Kebun Tomat II No.14 Ie Masen Kaye Adang, Banda Aceh 23116
Telp.Fax : 0813 6093 7164
E-mail : tgk_dimatang@yahoo.co.id

Riwayat Pendidikan

Tahun
Lulus Jenjang Perguruan Tinggi Jurusan/Bidang Studi
1988 S-1 Fakultas Syariah IAIN Ar-Raniry Banda Aceh Perbandingan Mazhab dan Hukum
1997 S-2 Program Pascasarjana (PPs), IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Pengkajian Islam
2006 S-3 Sekolah Pascasarjana (SPS) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Pengkajian Islam


Pelatihan Profesional

Tahun Pelatihan Penyelenggara
2 - 14 Desember 2009 Academic writing in English Language Centre Faculty of Humanities Leiden University, Belanda
May 12-June 06, 2008 Higher Education Leadership and Management Course (Summer) Centre for Educational Leadership McGill University Canada
Dec 2006 Mediation Course Perwakilan IDLO Asia Pasific, Sydney, Australia

Rabu, 20 Juli 2011

BAZ-TIM: WELCOME

أهــــــــــــلا وســـــــــهـــــــلا

SELAMAT DATANG

PARA PESERTA PELATIHAN

MANAGEMENT TRAINING

PENGURUS UNIT PENGELOLAAN ZAKAT (UPZ) TAMAN ISKANDAR MUDA (TIM) CABANG SE-JABODETABEK,
BANTEN DAN KARAWANG

DI PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KESOS (KEMENSOS RI)
JAKARTA SELATAN

__________________________________________________
“PEMBEKALAN DAN PENGUATAN MANAJEMEN ZAKAT: UPAYA MENYEMANGATI DAN MENINGKATKAN KUALITAS PENGELOLAAN ZAKAT MENUJU SISTEM KERJA YANG PROFESIONAL, KREDIBEL DAN AKUNTABEL”
__________________________________________________

HARI/TANGGAL:

AHAD/ 24 JULI 2011

KRU SEUMANGAT … !

logo
BAZ-TIM
Jakarta

BAZ-TIM TRAINING

BADAN AMIL ZAKAT TAMAN ISKANDAR MUDA (BAZ-TIM) JAKARTA
Jl. Setiabudi Barat No.1, Jakarta 12920, Telp. 021-5254624; Fax. 021-5264165
E-Mail: baztim@gmail.com - Website: www.kanazakat.blogspot.com
Sharing and Empowering the Needy


Nomor : 011/BAZ-TIM/VII/E/2011
Lampiran : 1 (satu) Lembar.
Perihal : Permohonan Pengiriman Peserta Pelatihan Manajemen Zakat.

Assalamu’alaikum wa Rahmatullahi wa Barakatuh
Puji dan syukur kepada Allah dan selawat serta salam kepada Rasulullah. Ba’da tahmid dan shalawat, dalam rangka meningkatkan wawasan dan keterampilan pengelolaan zakat di kalangan Pengurus Unit Pengelolaan Zakat (UPZ) di Cabang-Cabang TIM, maka dengan ini Ketua Badan Amil Zakat Taman Iskandar Muda ((BAZ-TIM) Jakarta, memohon kepada seluruh Ketua Taman Iskandar Muda Cabang se-Jabodetabek, Banten, dan Karawang agar sudi mengirim utusan untuk menjadi peserta Pelatihan Manajemen Zakat yang akan diselenggarakan pada:
Hari/Tanggal : A h a d / 24 Juli 2011
W a k t u : Jam 08.00 s.d. 16.00 WIB.
Tempat : Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kesos (Gedung Kemensos RI)
Jln. Margaguna Raya No. 01, Radio Dalam, Jakarta Selatan
T e m a : “Pembekalan dan Penguatan Manajemen Zakat: Upaya Menyemangati dan Meningkatkan Kualitas Pengelolaan Zakat Menuju Sistem Kerja yang Profesional, Kredibel dan Akuntabel.”
Adapun jumlah peserta yang dikirim oleh setiap Cabang TIM terdiri dari dua kategori:
1. Bagi Cabang yang sudah memiliki UPZ, peserta yang dikirim terdiri dari: 2 orang dari unsur Pengurus TIM Cabang dan 3 orang dari Pengurus UPZ (total 5 orang).
2. Bagi Cabang yang belum memiliki UPZ, peserta yang dikirim hanya 2 orang saja dari unsur Pengurus TIM Cabang.
Untuk memudahkan dan memperlancar proses registrasi, dimohon kepada setiap TIM cabang dapat mendaftarkan segera nama-nama calon peserta yang akan mengikuti pelatihan tersebut, selambat-lambatnya tanggal 20 Juli 2011 (batas terakhir registrasi).
Kepada setiap peserta pelatihan akan diberikan fasilitas:

1. Training Kit
2. Sertfikat
3. Konsumsi
Mengingat pentingnya program ini, maka diharapkan kepada setiap peserta dapat hadir tepat pada waktunya dan dapat mengikuti pelatihan dengan serius dan khidmat.
Demikianlah permohonan ini kami sampaikan, dan atas perhatian Saudara serta kerjasama yang baik dalam mensukseskan program pelatihan tersebut, kami ucapkan banyak terima kasih. Kita do’akan semoga Allah yang Maha Kuasa meridhai rencana dan amal baik kita. Amin ya Rabbal ‘Alamin!

Wassalamu’alaikum wa Rahmatullahi wa Barakatuh

Jakarta, 7 Juli 2011
Ketua BAZ-TIM Jakarta Mengetahui:
Ketua Umum TIM Jakarta
Ttd ttd

Drs. H. Hasyim Syam, MA H. Teuku Safli Didoh


Catatan:
1. Mengisi formulir yang telah disediakan.
2. Nama-nama calon peserta dapat dikirim langsung ke Sekretariat BAZ Taman Iskandar Muda (TIM) Pusat Jakarta:
Jl. Setiabudi Barat 01,
Jakarta 12920
Telp. 021-5254624; Fax. 021-5264165





FORMULIR REGISTRASI
PESERTA PELATIHAN MANAJEMEN ZAKAT

NAMA LENGKAP : __________________________________________________
TEMPAT/TANGGAL LAHIR :___________________________________________________
JABATAN DALAM TIM/UPZ :___________________________________________________
UTUSAN DARI TIM CABANG :___________________________________________________
ALAMAT :___________________________________________________
NOMOR HP :___________________________________________________
ALAMAT E-MAIL :___________________________________________________


……………………..…….., ….. , Juli 2011
Peserta, Disetujui oleh:
Ketua TIM Cabang_____________________



(_____________________________) (_________________________)









Salurkan Zakat Anda ke Nomor Rekening : 4467222 BNI KLN Depdiknas Jakarta

TERM OF REFERENCE [TOR] BAZ-TIM

BADAN AMIL ZAKAT (BAZ)
TAMAN ISKANDAR MUDA JAKARTA
Jl. Setiabudi Barat No. 01, Jakarta 12920
Telp. 021-5254624; Fax. 021-5264165
E-Mail: baztim@gmail.com
http://www.kanazakat.blogspot.com
Sharing and Empowering the Needy

TERM OF REFERENCE [TOR]
PERLATIHAN PENGURUS UNIT PENGELOLAAN ZAKAT (UPZ) TAMAN ISKANDAR MUDA (TIM) SE-JABODETABEK, BANTEN DAN KARAWANG
1432 H/ TAHUN 2011 M

A. Pendahuluan

Training atau perlatihan pengurus Unit Pengelolaan Zakat (UPZ) merupakan salah satu program Badan Amil Zakat (BAZ) Taman Iskandar Muda (TIM Pusat Jakarta yang sudah menjadi komitmen bersama untuk memajukan dan menata ulang sistem pengelolaan zakat secara profesional dan akuntabilitas di lingkungan organisasi Taman Iskandar Muda, baik tingkat pusat maupun tingkat cabang dan ranting, Upaya ini pemberdayaan dan pembekalan para pengurus UPZ di tingkat cabang sudah dilakukan dalam dua tahun terakhir secara terpisah dan tidak simultan, sehingga sistem training yang sudah berjalan tersebut belum merata ke seluruh pengurus di setiap TIM Cabang. Oleh sebab itu, banyak saran yang diajukan kepada pengurus BAZ-TIM Pusat agar perlatihan tersebut diadakan secara terpadu dan terkonsentrasi pada satu tempat agar lebih efisien dan efektif.

Menyambut dan merespons saran tersebut, maka Pengurus BAZ-TIM Pusat Jakarta merencanakan untuk mengadakan perlatihan pengurus UPZ TIM tingkat cabang secara serentak di suatu tempat yang nyaman dan kondusif agar informasi dan pesan yang disampaikan dapat terserap secara optimal. Hal ini perlu dilaksanakan segera dengan alsan-alasan: Pertama, bulan Ramadhan sudah di ambang pintu; dan biasanya di bulana Ramadhan pesan-pesan zakat dapat disampaikan kepada para muzakki dalam berbagai forum pengajian, dan dalam bulan itu pula kebanyakan muzakki menunaikan zakat harta mereka. Kedua, setiap pengurus UPZ TIM Cabang dapat memberikan penyuluhan dan informasi tentang kewajiban zakat secara akurat berdasarkan dalil-dalill syara’ kepada para calon muzakki sehingga tergugah dan tergerak hati mereka untuk menunaikan kewajiban zakat. Ketiga, pengetahuan dan pengalaman para pengurus UPZ di tingkat cabang umumnya masih terbatas sehingga mereka perlu diberikan pencerahan dan pembekalan agar dapat mengelola zakat secara profesional, amanah, dan penuh tanggung jawab. Keempat, para pengurus UPZ di TIM Cabang dapat menjalankan tugas-tugas mereka dengan baik sesuai dengan bidang masing-masing. Dalam kaitan ini, kepada mereka disajikan materi-materi yang lebih terfokus pada aspek praktis dan aplikatif. Kelima, proses transformasi nilai-nilai kepemimpinan khususnya dalam pengelolaan zakat, terus berlangsung dan berkelanjutan sehingga terjadi proses kaderisasi pengurus UPZ untuk masa yang akan datang.

B. Tema Sentral

“Pembekalan dan Penguatan Manajemen Zakat: Upaya Menyemangati dan Meningkatkan Kualitas Pengelolaan Zakat Menuju Terciptanya Sistem Kerja yang Profesional, Kredibel, dan Akuntabel.”

C. Visi dan Misi

 Visi

Mewujudkan pengurus Unit Pengelolaan Zakat (UPZ) yang profesional, amanah dan bertanggung jawab dengan manajemen zakat yang handal dan efektif.

 Misi

1. Melakukan transformasi ilmu dan pengalaman dalam menata dan menjalankan manajemen zakat yang handal dan efektif.
2. Menyampaikan informasi dan wawasan syar’i tentang kewajiban zakat, muzakki, dan para mustahiq zakat berdasarkan al-Qur’an dan Sunnah.
3. Memotivasi dan membekali para pengurus UPZ TIM Cabang dengan pengetahuan dan keahlian agar dapat meningkatkan semangat kerja dalam mengelola zakat.

D. Materi dan Instruktur

Untuk mencapai maksud tersebut, materi perlatihan dikemas sedemikian rupa dengan bahasa dan penyampaian yang komunikatif, interaktif, dan aplikatif. Adapun materi yang akan disuguhkan dalam perlatihan adalah:

1. Wawasan Ekonomi Islam: Pemberdayaan Zakat Produktif dalam Peningkatan Ekonomi Umat
Instruktur: DR. Zaki Fuad Chalil, MA

2. Hukum Zakat dan Sistem Pendistribusiannya dalam Perspektif al-Qur’an dan Sunnah
Instruktur: Drs. H. A. Mufakhir Muhammad, MA

3. Manajemen Zakat: Perspektif Sejarah, Perkembangan dan Aplikasinya pada Masa Kini
Instruktur: DR. H. Hasam Basri al-Mardawy, MA

E. Penyelenggara

Perlatihan ini diselenggarakan oleh Badan Amil Zakat (BAZ) Taman Iskandar Muda (TIM) Pusat Jakarta, dengan memberikan mandat kepada Panitia Pelaksana.

F. Jumlah Peserta

Acara perlatihan ini diikuti oleh 36 TIM Cabang, dengan jumlah peserta diperkirakan mencapai 195 orang dengan perincian sebagai berikut:

1. Pengurus UPZ Cabang ( 3 X 36 ) : 108 orang
2. Pengurus Tim Cabang, ( 2 X 36) : 72 orang .
3. Pimpinan Pusat TIM Jakarta : 5 orang
4. Pengurus BAZ TIM Pusat : 5 orang.
5. Panitia Pelaksana : 3 orang

Total Peserta : 193 orang

G. Lokasi

Gedung Kementerian Sosial, Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kesos, Radio Dalam, Jakarta Selatan.

H. Jadwal Pelaksanaan

Perlatihan akan diselenggarakan pada hari Sabtu dan Ahad, tanggal 23-24 Juli 2011
1. Tanggal 23 Juli check-in peserta dan pembukaan.
2. Tanggal 24 Juli acera perlatihan manajemen zakat.

I. Penutup

Demikianlah proposal ini dibuat dengan harapan semoga rencana baik ini dapat terlaksana dengan sukses dan tepat waktu serta mendapat dukungan dari Pimpinan Pusat Taman Iskandar Muda pada khususnya dan masyarakat Aceh pada umumnya. Akhrinya, kepada Allah kita bertawakkal dan mudah-mudahan hasil ketrja kita semua menjadi investasi pahala di Akhirat nanti. Amin ya Rabbal ‘Alamin…!

Jakarta, 01 Juni 2011
Pengurus BAZ-TIM Pusat Jakarta
Wakil Ketua
Hasan Basri al-Mardawy





























@HB