Rabu, 27 Juli 2011

ZAKAT PRODUKTIF: WAWASAN

WAWASAN EKONOMI ISLAM:
PEMBERDAYAAN ZAKAT PRODUKTIF
UNTUK PENINGKATAN EKONOMI UMMAT
Dr. Zaki Fuad Chalil, M.Ag
(Penulis adalah dosen Ekonomi Islam Fakultas Syariah
IAIN Ar-Raniry, Darussalam, Banda Aceh)

Pengantar

Sangat Ironis memang bila Rakyat Indonesia MISKIN dan merupakan sebuah Tragedi Akbar Kemanusiaan Sepanjang masa jika Rakyat Indonesia Kelaparan...

Selama ini terkesan pada sebagian umat Islam bahwa persoalan Ekonomi adalah sesuatu hal yang diluar kajian Islam. Padahal dalam kenyataannya manusia tidak dapat sedikit pun melepaskan diri dari aktifitas ekonomi. Tiada hari yang dilalui manusia tanpa berurusan dengan persoalan ekonomi. Dalam konteks ekonomi, tujuan akhir yang ingin dicapai manusia adalah terpenuhinya semua kebutuhan hidup (basic needs)-nya dan sekaligus meraih kesejahteraan dan kebahagiaan. Hidup yang sejahtera dan bahagia di dunia dan akhirat mustahil tercapai bila tanpa ketercukupan secara finansial dan pengamalan ajaran agama Islam secara benar dan sempurna.
Sementara itu, Fitrah manusia cenderung kepada kesenangan duniawi dan kepemilikan harta benda yang banyak. Karenanya, persoalan ekonomi senantiasa menarik dan aktual dikaji sepanjang masa karena terkait dengan upaya bagaimana caranya manusia memperoleh harta kekayaan dan memanfaatkannya sebagai perhiasan kehidupan sehari-hari. Secara fitrah manusia mustahil dapat mengingkari naluri kemanusiaannya mencintai harta benda yang banyak, terpenuhi kebutuhan pangan, sandang dan papan serta aneka kebutuhan hidup lainnya.
Bahkan secara makro masalah ekonomi dapat memicu ketidakstabilan kehidupan suatu bangsa dan masyarakat. Lebih dari itu, sebagian dari negara-negara Islam di dunia termasuk dalam negara-negara miskin. Lalu kita mempertanyakan bagaimana hal ini bisa terjadi padahal al-Quran menyatakan bahwa kita umat Islam sebagai “kuntum khaira ummah“. Dimanakah pembuktian kebenaran statemen al-Quran ini dalam realita kehidupan empiris?

Dalil-dalil al-Quran tentang EKONOMI
TERMINOLOGI Ekonomi berasal dari bahasa Latin dari kata “ecos” dan “nomos”. Dalam bahasa Arab, kata EKONOMI diterjemahkan dengan Iqtishad. Kata Iqtishad terambil dari kata qashada ( قصد ). Qashada berakar dari struktur huruf-huruf “Qaf Shad dan Dal” ق ص د )) yang mempunyai makna: mendatangi sesuatu, penyimpanan dan penghematan (sederhana). Hal ini sesuai dengan hadis rasulullah saw. yang diriwayatkan oleh Iman Ahmad “Tidak akan miskin orang yang bersikap pertengahan (hemat) dalam pengeluaran/pembelanjaan”.
Al-Muqtashid (al-Iqtishad) dapat dibagi kepada dua bahagian. Pertama, yang terpuji. Misalnya sifat pemurah itu ialah antara kikir dan boros, yang dalam al-Quran disebutkan ialah orang-orang yang apabila membelanjakan (harta) mereka, tidak berlebih-lebihan dan tidak (pula) kikir, tetapi adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian. Kedua, gelaran antara orang terpuji dan orang tercela, antara lain yang adil dan zalim, dan antara yang dekat dan yang jauh, misalnya sederhanakanlah di waktu kamu berjalan.

Kata qashada ( قصد ) secara literal berarti keseimbangan, sama-sama seimbang, atau pertengahan. Kata قصد disebutkan enam kali didalam al-Quran. Sedang Ilmu Ekonomi diterjemahkan ke dalam bahasa Arab dengan ilm al-Iqtishad ( علم الاقتصد ).
Kata iqtishad dan tasrifnya (bentuk perubahannya) dalam bahasa Arab dengan arti yang hampir sama disebutkan enam kali di dalam al-Quran. Kata qashdu al-sabil ) قَصْدُ السَّبِيلِ ( dalam surah al-Nahlu 9 diartikan jalan yang lurus. Kata muqtashidun ( مُقْتَصِد) dalam surat Luqman ayat 32 juga diartikan jalan yang lurus. Sedang dalam surat al Fatir ayat 32 kata muqtashidun, ( مُقْتَصِد) diartikan pertengahan. Demikian pula dalam surat al Maidah ayat 66 kata muqtasihidatun ) ( مُقْتَصِدَة diartikan umat atau golongan pertengahan. Sedang dalam surat Luqman ayat 19, kata wa al-qashid, ( وَاقْصِدْ ) berarti sederhana. Artinya kita diperintahkan untuk berperilaku sederhana. Sementara di dalam ayat 42 surat al-Taubah, kata qaashidan, (قَاصِدًا ) diartikan keinginan atau kebutuhan yang digambarkan perjalanan yang tidak jauh (sederhana).
Dari pengertian ayat-ayat di atas, dapat disimpulkan bahwa penggunaan kata iqtishad mempunyai beberapa pengertian.
Pertama, Ekonomi hendaknya ditegakkan di atas jalan tengah dengan memperhatikan keadilan dan tidak berlebihan dalam penggunaan harta kekayaan yang diperoleh/dimiliki.
Kedua, ciri khas Ekonomi Islam adalah lurus. Artinya dalam upaya mencari keuntungan/kekayaan sehari-hari tidak merugikan atau menindas orang lain, mengutamakan keadilan dan keseimbangan, baik keseimbangan antarindividu dan masyarakat maupun antargolongan-golongan dalam masyarakat yang tingkatan ekonominya berbeda-beda (ada yang kaya, miskin, sehat atau cacat).

Agama Islam menempatkan aktivitas ekonomi pada posisi strategis dalam kehidupan manusia agar mereka dapat meraih kesuksesan hidup di dunia dan akhirat kelak. Oleh karena itu, di dalam ajaran Islam ditemukan prinsip-prinsip dasar yang berkenaan dengan persoalan ekonomi. Dalam konteks ini, Islam memandang bahwa persoalan ekonomi sangatlah penting artinya bagi seorang muslim karena merupakan salah satu faktor yang dapat mengantarkan kepada kesejahteraan umat manusia. Dalam kaitan ini Ismail R al-Faruqi menyatakan bahwa kegiatan-kegiatan ekonomi adalah pernyataan dari semangat ajaran Islam, karena ketercukupan ekonomi masyarakat dan kemakmurannya adalah cita-cita yang ingin dicapai oleh umat Islam.
Ajaran Islam tidak melarang manusia memenuhi berbagai kebutuhan hidupnya agar dalam kehidupan di dunia ini manusia dapat menikmatinya dengan sejahtera dan makmur. Kesejahteraan dan kemakmuran hidup manusia mendapat legitimasi dalam Islam asal tidak melanggar peraturan-peraturan yang digariskan agama, seperti berlaku dhalim, curang, saling memakan harta orang lain secara tidak sah ketika melakukan aktivitas transaksi ekonomi.
Secara fitrah manusia membutuhkan harta untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, baik kebutuhan dharuriyah, hajiah maupun tahsiniyah. Untuk itu manusia berusaha mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya agar terpenuhi segala kebutuhan hidupnya. Kebutuhan hidup manusia terus bertambah dan komplit seiring dengan terus meningkatnya populasi penduduk, teknologi dan perkembangan tingkat peradaban manusia. Untuk memenuhi segala kebutuhan hidup manusia berupaya mencurahkan segenap kemampuan dan pemikiran mencari solusi agar terpenuhi keinginannya, salah satu diantaranya melalui aktivitas ekonomi.


Empat Model Prioritas Pendayagunaan Zakat
Salah satu fungsi zakat adalah fungsi sosial sebagai sarana saling berhubungan sesama manusia terutama antara orang kaya dan orang miskin, karena dana zakat dapat dimanfaatkan secara kreatif untuk mengatasi kemiskinan yang merupakan masalah sosial sangat akut yang harus dicarikan jalan keluar pemecahannya agar umat Islam dapat hidup layak dan terhormat sebagai manusia yang bermartabat di tengah kehidupan sosial kemanusiaan. Dari praktik pengelolaan zakat selama ini Pemerintah telah merinci empat model pemberdayaan zakat di tanah air, yaitu :

1. Konsumtif Tradisonal
Zakat dibagikan kepada mustahik secara langsung untuk kebutuhan konsumsi sehari-hari, seperti pembagian zakat fitrah berupa beras dan uang kepada fakir miskin setiap idul fithri atau pembagian zakat maal secara langsung oleh para muzakki kepada mustahik yang sangat membutuhkan karena ketiadaan pangan atau karena mengalami musibah. Pola ini merupakan program jangka pendek dalam mengatasi permasalahan ummat.

2. Konsumtif Kreatif
Zakat yang diwujudkan dalam bentuk barang konsumtif dan digunakan untuk membantu orang miskin dalam mengatasi permasalahan sosial dan ekonomi yang dihadapinya. Bantuan tersebut antara lain berupa alat-alat sekolah dan beasiswa untuk para pelajar, bantuan sarana ibadah seperti sarung dan mukena, bantuan alat-alat pertanian seperti cangkul, gerobak jualan untuk pedagang kecil dsb.

3. Produktif Konvensional
Zakat diberikan dalam bentuk barang-barang produktif, di mana dengan menggunakan barang-barang tersebut, para mustahik dapat menciptakan suatu usaha, seperti pemberian bantuan ternak (penggemukan sapi di Aceh Besar), sapi perahan, alat pertukangan, mesin jahit bordir dan sebagainya.

4. Produktif kreatif
Zakat yang diwujudkan dalam bentuk pemberian modal bergulir baik untuk permodalan proyek sosial seperti membangun sekolah, sarana kesehatan atau tempat ibadah maupun sebagai modal usaha untuk membantu atau bagi pengembangan usaha para pedagang atau pengusaha kecil.

Peran dan partisipasi umat Islam yang kaya (para aghniya) akan sangat menentukan dalam mengatasi masalah kemiskinan umat, yang antara lain melalui pendayagunaan dana zakat secara profesional dan proporsional dalam rangka pemberdayaan Ekonomi umat.
Menurut Robert Chambers, pakar Pembangunan Pedesaan dari Inggeris, 25 tahun yang lalu telah menyimpulkan bahwa inti dari masalah kemiskinan adalah adanya depriviation trap atau jebakan kemiskinan. Jebakan ini terdiri atas lima ketidakberuntungan yang melilit orang miskin, yaitu: 1). Kemiskinan itu sendiri, 2). kelemahan fisik, 3). Keterasingan, 4). Kerentanan, dan 5). Ketidakberdayaan. Kelima ketidakberuntungan ini saling terkait sehingga menyebabkan jebakan yang berkepanjangan. Kerentanan dan ketidakberdayaan merupakan dua hal yang harus diperhatikan. Kerentanan adalah ketidakmampuan dari keluarga miskin untuk menyediakan sesuatu untuk menghadapi situasi darurat seperti datangnya bencana alam dan wabah penyakit yang tiba-tiba menimpa keluarga tersebut. Kerentanan ini sering menjadi roda penggerak kemiskinan karena menyebabkan keluarga miskin harus menjual hartanya yang tersisa sehingga keluarga itu menjadi semakin miskin. Ketidakberdayaan membuat keluarga miskin menjadi semakin miskin, karena lemahnya posisi tawar keluarga miskin jika dihadapkan pada peraturan, kebijakan pemerintah atau kapitalis yang tidak bertanggung jawab. (Emmi Hamidiyah ,2006,123).

Zakat Produktif untuk Kemaslahatan Umat
Memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa merupakan AMANAH KONSTITUSI UUD 1945 yang harus diwujudkan oleh Negara dan Pemerintah Indonesia. Namun hingga saat ini sudah memasuki 66 tahun (1945-2012) Indonesia merdeka, keadilan sosial sebagai sila kelima Pancasila entah kapan terwujud dalam kenyataan. Sementara itu, beban sosial bangsa ini akan terus ditanggung oleh mayoritas penduduknya yang MUSLIM.
Problema sosial ini tidak hanya dapat diatasi oleh pemerintah an sich, namun diperlukan keikutsertaan seluruh komponen masyarakat untuk menggali setiap potensi yang dimiliki bangsa. Dalam hal ini umat Islam memiliki potensi zakat, infak, shadaqah dan wakaf yang merupakan ajaran Islam dalam rangka pemberdayaan ummat.
Zakat yang merupakan salah satu rukun Islam memiliki makna strategis dalam kehidupan sosial ummat. Pada saat umat Islam menunaikan zakat sebagai implementasi kewajiban agama juga merupakan perwujudan solidaritas sosial terhadap sesama. Potensi zakat yang cukup besar perlu digali secara optimal agar dapat digunakan untuk ikut menggerakkan perekonomian ummat disamping potensi lain agar tingkat kesejahteraan ummat terangkat. Selama ini terkesan rendahnya pemahaman ummat terhadap permasalahan Zakat Produktif menjadi salah satu penyebab melambannya proses pemberdayaan Ekonomi ummat. Dari sekian banyak penyebab, satu hal yang menonjol adalah KEKURANGAN atau KETIADAAN modal usaha.
Kata produktif berasal dari bahasa Inggeris “productive” yang berarti banyak menghasilkan, memberikan hasil, banyak menghasilkan barang-barang berharga yang mempunyai hasil baik. Sementara productivity berarti daya produksi. Berdasarkan analisis etimologis ini dapat dipahami bahwa yang dimaksudkan dengan Zakat Produktif adalah zakat yang disalurkan kepada mustahiq penerima zakat sehingga ia dapat memenuhi kehidupannya pada masa yang akan datang atau terus menerus dan pada saatnya nanti diharapkan akan dapat terangkat perekonomiannya menjadi muzakki. Lawan zakat produktif adalah zakat yang disalurkan dalam bentuk konsumtif.
Dalam hal ini Tgk. M.Hasbi Ash Shiddieqi dalam bukunya Fikh Zakat, menegaskan bahwa zakat merupakan manifestasi dari kegotongroyongan bagi harta antara hartawan dengan fakir miskin. Pengeluaran zakat merupakan perlindungan bagi masyarakat dari bencana kemasyarakatan, yaitu kemiskinan, kelemahan baik fisik maupun mental. Untuk itu ketika persoalan zakat dibicarakan tidak boleh terfokus hanya pada hukum saja yang sudah sangat jelas, melainkan bagaimana diupayakan agar dengan pengeluaran kewajiban zakat dapat mengangkat perekonomian masyarakat lemah. Jadi inti dari ajaran zakat adalah saling tolong menolong sesama manusia, bukannya saling memangsa antara sikuat dengan yang lemah seperti dalam praktik ekonomi kapitalis yang berlaku sekarang.
Pemahaman zakat produktif terus berkembang seiring dengan perkembangan pemahaman tentang zakat. Diantaranya mendayagunakan harta zakat untuk mendirikan berbagai proyek yang mendatangkan profit yang hasil akhirnya nanti akan dikembalikan kepada mustahik zakat. Prof. Dr. Yusuf Qaradhawi dalam Kitab Fenomenalnya Fikh Zakat, menyatakan bahwa zakat diperbolehkan juga untuk membangun pabrik-pabrik atau perusahaan-perusahaan dari uang zakat untuk kemudian dikembalikan kepemilikan dan keuntungannya diperuntukkan bagi kepentingan fakir miskin, sehingga akan terpenuhi kebutuhan-kebutuhan hidup mereka sepanjang masa, (Qaradhawi, Fikh Zakat:532).
Hal senada juga telah dibahas oleh lembaga Pengkanian Fikih Islam dan sudah mengambil Keputusan final, sebagaimana dikutip oleh Abdullah al-Mushlih dan Shalah ash-Shawi dalam karyanya Fiqih Ekonomi Keuangan Islam (2004:482-483) sebagai berikut:
Sesungguhnya Lembaga Pengkajian Fiqh Islam dalam muktamar ketiganya di Amman, Yordania tanggal 8-13 Shafar 1407 H/11-16 Oktober 1986 M. Setelah mempelajari kembali berbagai pembahasan tentang persoalan memfungsikan harta zakat untuk berbagai proyek yang hasilnya diberikan kepada orang yang berhak menerima zakat dan para pakar bidangnya, akhirnya lembaga ini memutuskan:
Secara prinsipiil boleh saja menggunakan uang zakat untuk kepentingan berbagai proyek pengembangan modal yang ada pada akhirnya menjadi milik orang yang berhak menerima zakat. Atau proyek yang dikelola oleh pihak yang berwenang mengumpulkan dan membagi-bagikan zakat yang tentunya setelah terlebih dahulu disalurkan sebagiannya kepada para penerima zakat yang memang betul-betul membutuhkannya dalam waktu cepat, serta dengan syarat adanya jaminan untuk tidak terjadinya kerugian-kerugian.
Sementara itu dalam seminar ketiga yang membahas berbagai Problematika zakat kontemporer yang diadakan di Kuwait 1413 H 1992 M. Persoalan ini kembali didiskusikan dan pada akhirnya melahirkan Keputusan-keputusan sebagai berikut: dibolehkannya Pengembangan Dana Zakat dengan beberapa kode etik sebagai berikut:
1. Tidak adanya alokasi-alokasi pembagian zakat instan sehingga seluruh harta zakat dapat habis dibagi-bagikan secara langsung;
2. Pengelolaan dan itu dilakukan seperti juga modal lain dengan cara yang disyariatkan;
3. Hendaknya didasari oleh hubungan yang mempatenken modal yang dikembangkan tersebut sebagai harta zakat, demikian juga dengan
keuntungan yang didapatkan;
4. Sesegera mungkin menguangkan berbagai dana yang telah dikembangkan bila didapatkan mereka yang berhak menerima zakat untuk dibagikan kepada mereka.
5. Dilakukan dengan sekuat tenaga untuk merealisasikan tujuan pengembangan modal dari harta zakat itu agar produktif dan aman serta dapat memenuhi tujuan pengembangan modal tersebut.
6. Harus ada SK pengembangan modal zakat dari mereka yang direkomendasikan oleh negara atau pihak yang berwenang untuk mengumpulkan dan mebagi-bagikan zakat agar tetap menjaga prinsip perwakilan yang disyariatkan. Untuk meprakarsai proyek tersebut juga harus dipilih orang-orang yang berkompetensi, berpengalaman dan dapat dipercaya (amanah).

Enam Langkah Pemberdayaan Ekonomi Bagi Mustahiq Zakat
Agar program Pemberdayaan zakat Produktif dapat direalisasikan secara terarah dan tepat sasaran, maka penyusunan program pemberdayaan masyarakat harus didasarkan pada kondisi objektif sasaran. Pekerjaan ini sangat penting dilakukan agar kita dapat menyusun program tentang apa saja yang dibutuhkan oleh masyarakat (mustahik zakat).
1. Pemetaan Masalah berupa analisis sosial, ekonomis, teknis dan kelembagaan sebagai langkah awal untuk identifikasi permasalahan. Dengan cara ini akan terhimpun data awal tentang apa yang dibutuhkan dan keinginan petani (masyarakat).
2. Melakukan analisis pihak terkait (stakeholders) langkah ini bertujuan untuk menjajaki kepentingan, pengaruh dan tingkat partisipasi pihak terkait yang dapat dipengaruhi dan berpengaruh pada pelaksanaan program pemberdayaan.
3. Membuat rancangan dan desain yang logis dan sesuai dengan kebutuhan kelompok sasaran serta wilayah sasaran.
4. Adanya pembagian tugas dan tanggung jawab. Dari hasil pemetaan awal ini akan diketahui bahwa salah satu keinginan petani adalah agar usaha tani mereka bisa meningkatkan perekonomian keluarga. Salah satu penyebab lemahnya perekonomian petani adalah karena dimarginalkan secara struktural. Sejak zaman Belanda sampai sekarang pengetahuan petani diisolasi hanya pada tahapan MENANAM bukan menjual. Artinya, pemerintah hanya mengajarkan petani bagaimana cara bercocok tanam dengan baik lalu diberikanlah aneka ragam pelatihan. Sementara pengetahuan untuk mendistribusikan/menjual secara langsung kepada konsumen tidak pernah diajarkan sehingga dengan mata rantai distribusi yang cukup panjang BERDAMPAK pada turunnya harga jual hasil panen dan menjadi tidak kompetitif bagi petani. Kalau begini caranya sampai kiamat dunia petani tidak akan berkembang dan menikmati hasil usahanya dan jadi kaya.
5. Implementasi Program Pemberdayaan. Berikan pelatihan Menjual (marketing) dan seluk beluknya berdasarkan data lapangan yang terhimpun. Dan berikan pula pelatihan bagi pendamping.
6. Perlu membangun mentalitas dan pendampingan (inkubasi) dalam bentuk Monitoring dan evaluasi (Monev) secara reguler. Hal ini karena Monitoring dilakukan untuk memantau perkembangan kegiatan program, permasalahan dan hambatan yang terjadi di lapangan, tingkat pencapaian hasil yang ditargetkan, memotivasi orang-orang yang terlibat di dalamnya terus-menerus agar dinamika kerja senantiasa terjaga dan produktif. Mendokumentasikan informasi dan bahan untuk auditing agar terjaga akuntabilitasnya dan semakin terjaga pula transparansinya. Dengan begini MUZAKKI pun dapat melihat hasil kerja maksimal jajaran manajemen UPZ di masing-masing cabang dan Ranting TIM, AMANAH pun semakin tumbuh kepada setiap UPZ

Dalam hubungan dengan persyaratan mendapatkan pembiayaan, Baitul Mal Aceh menetapkan beberapa persyaratan bagi calon peserta yang akan mendapatkan pembiayaan, yaitu pertama, beriman dan takwa yang kuat (ditandai adanya shalat dan amanah). Kedua, mempunyai tempat untuk melakukan usaha (milik sendiri dan boleh digunakan dalam bentuk , pinjaman, sewa dsb). Ketiga, pernah melakukan usaha atau mempunyai pengalaman berusaha. Keempat, termasuk dalam kategori masyarakat miskin (ada harta dan dapat berusaha tetapi tidak cukup untuk membiayai kehidupan dirinya dan keluarganya). Kelima, mempunyai kesadaran yang tinggi serta bertanggung jawab untuk berusaha. Keenam, bersedia mengikuti syarat-syarat yang ditetapkan oleh Baitul Mal serta senantiasa bersedia untuk bekerjasama dalam kumpulan (berkelompok). (Amrullah, 2007).
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Shafwan Bandadeh berjudul “Peranan Baitul Mal dalam Penggunaan Dana Zakat terhadap Pembangunan Industri Kecil: Kajian di Aceh”,yang berlokasi di Banda Aceh dan Aceh Besar. Peneliti menyimpulkan bahwa zakat produktif memberikan manfaat yang sangat besar kepada mustahiq bila dikelola dengan profesional dan penuh tanggung jawab, meskipun masih ditemukan beberapa kendala yang dapat dieliminir kegagaglannya.
Harta zakat yang diproduktifkan diambil dari asnaf miskin yang sebagian diberikan untuk biaya pemenuhan kebutuhan harian mustahik. Dari 102 responden yang ditanya terhadap adanya perkembangan ekonomi pada perusahaan kecil dan adanya pengaruh peningkatan pendapatan keluarga. Sebagian besarnya (82,4 %) atau 84 orang mempunyai kemajuan dan berjalan dengan baik, sementara selebihnya 17.6 % atau 18 orang menyatakan tiada perubahan atau biasa-biasa saja (Shafwan, 2011).

N0 U r a i a n Mustahiq (responden) n=102
1 Menjadi terbantu dalam memenuhi kebutuhan hidup keluarga sehari-hari 46 (45.1 %)
2 Pendidikan sekolah anak-anak menjadi lebih terjamin 30 (29.4 %)
3 Kesehatan keluarga menjadi terjamin 11 (10.8 %)
4 Rumah sesuai layak huni 7 (6.9 % )
5 Memiliki Tabungan hari tua/ saving di masa kesukaran 8 (7.8 %)
Jumlah 102 (100 %)


Kesimpulan dan Harapan
Demikian uraian ringkas paper ini semoga Allah memberikan kekuatan intelektual dan keimanan agar kita dapat merumuskan suatu praktik ekonomi Islam melalui Pemberdayaan Zakat Produktif secara konprehensif dan aplikatif dengan terus menerus berijtihad agar ia dapat down to earth sebagai bukti keimanan kita kepada Islam yang sempurna, (conprehensive way of life). Dibutuhkan sosialisasi terus menerus oleh semua pihak yang ahli agar mempercepat proses pembelajaran kepada ummat yang merupakan salah satu cara efektif memberikan pemahaman kepada umat Islam agar secara bertahap masyarakat dapat menerima dan mempraktikkan dalam kehidupan nyata sehingga keadilan dan kesenjangan ekonomi yang menyebabkan terjadi jurang ketidakadilan yang selama ini diderita dapat terpecahkan. Dengan cara seperti ini tanpa terasa sosialisasi ekonomi Islam secara khusus dan pemberdayaan ekonomi ummat melalui pendayagunaan zakat produktif dalam realita menjadi low cost and more efficient. Yakinlah bahwa Zakat dapat digunakan sebagai instrumen penting dalam pembangunan ekonomi umat Islam. Satu hal penting lain adalah membenahi setiap UPZ yang ada agar dapat menerapkan prinsip-prinsip manajemen Modern dalam pengelolaan zakat agar tercipta akuntabilitas publik dan transparansi kepada lembaga ini meningkat dan mendapatkan kepercayaan dari muzakki secara terus menerus.

***






CURRICULUM VITAE

Nama : Dr. Zaki Fuad Chalil, M.Ag
Tempat dan Tanggal Lahir : Mns.Dayah, Peusangan, Kabupaten Bireuen,14 Maret 1964
Status Perkawinan : Kawin
Nama Isteri : Dra.Dian Susianti, M.Si
Anak-anak : 1. Ilya Nafra
2. Failasufa Azka
Agama : Islam
Jabatan Fungsional Akademik: Lektor
Perguruan Tinggi : Fakultas Syariah IAIN Ar-Raniry Banda Aceh
Alamat Kantor : Jl. Ar-Raniry No. 1 Darussalam Banda Aceh 23111
Telp.Fax : 0651 7553021
Alamat Rumah : Jl. Kebun Raja I/Kebun Tomat II No.14 Ie Masen Kaye Adang, Banda Aceh 23116
Telp.Fax : 0813 6093 7164
E-mail : tgk_dimatang@yahoo.co.id

Riwayat Pendidikan

Tahun
Lulus Jenjang Perguruan Tinggi Jurusan/Bidang Studi
1988 S-1 Fakultas Syariah IAIN Ar-Raniry Banda Aceh Perbandingan Mazhab dan Hukum
1997 S-2 Program Pascasarjana (PPs), IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Pengkajian Islam
2006 S-3 Sekolah Pascasarjana (SPS) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Pengkajian Islam


Pelatihan Profesional

Tahun Pelatihan Penyelenggara
2 - 14 Desember 2009 Academic writing in English Language Centre Faculty of Humanities Leiden University, Belanda
May 12-June 06, 2008 Higher Education Leadership and Management Course (Summer) Centre for Educational Leadership McGill University Canada
Dec 2006 Mediation Course Perwakilan IDLO Asia Pasific, Sydney, Australia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar